Translate

Kamis, 29 Januari 2015

Maumere... Fajar di Timur Indonesia

Fajar di timur Indonesia, hingga saat ini Maumere adalah daerah paling timur Indonesia yang pernah saya kunjungi. 

Sebenarnya dari beberapa minggu sebelumnya, saya sudah dikabari bahwa akan diberi tugas untuk survei di Kupang. Saya dijadwalkan berangkat berdua dengan Pak Sugeng salah satu dosen saya. Sore hari sebelum hari keberangkatan, kami para tim survei dibriefing, sekaligus pembagian tiket dan surat dinas. Hasil yang saya terima sangat menakjubkan. Lokasi saya dipindah ke Maumere dan karena biaya perjalanan ke Maumere paling mahal maka hanya satu orang yang diberangkatkan. Karena pak Sugeng sedang banyak urusan, maka saya yang harus jalan sendiri kesana. Antara senang dan bengong saya menerima tiket hari itu.

Maumere? Sendirian? Dan tidak ada link di lokasi. Mantap! Seandainya tujuannya adalah Kupang, walaupun berangkat sendirian saya tidak akan khawatir, karena dosen di kampus punya banyak link di Kupang. Tapi Maumere? Saya sudah tanya kesana kemari gak ada yang punya kenalan di sana. Oke baiklah. Usaha sendiri harus dimulai. Oiya, sekedar informasi, Maumere adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Sikka, di Pulau Flores, NTT.

Ketika saya menerima tiket pesawat hari sudah sore sekitar jam 5, dan saya harus berangkat ke bandara jam 3 pagi dari rumah. Mengandalkan keberuntungan saya mulai browsing dimana letak Maumere dan lokasi terdekat, mungkin saya ada kenalan di sekitar sana. Tiba-tiba saya teringat om saya (saya tidak tau pasti hubungannya dengan ayah bagaimana, karena termasuk saudara jauh dari Taliwang, tapi yang jelas saya memanggilnya om). Namanya om Jahidin, dulu pernah bertugas di Jember dalam waktu lama ketika saya masih SMP, sampai akhirnya menikah dengan mbak Indri yang saat itu menjadi guru di Jember. Seingat saya om Jahidin ini bertugas di Ende, NTT. Segera saya menghubunginya. Tidak tersambung. Akhirnya saya meninggalkan sms, mungkin saya beruntung dan om Din bisa mengubungi saya. Saya pun pasrah, sambil berpikir "Ya sudahlah, besok minta pendampingan dari orang Dinas setempat saja."

Menjelang tengah malam, om Din balik menghubungi saya. Dan mengatakan tadi sedang tugas di pelosok desa jadi tidak ada sinyal. Dan ternyata om Din tidak tinggal di Ende, tapi di Lembata. Itu jauhh... masih kudu nyebrang pulau. Tapi om Din yang selalu khawatir dengan keponakannya yang cantik ini akhirnya sibuk sendiri mencarikan kenalannya di Maumere yang bisa menemani selama saya berada disana. Pagi harinya om Din menghubungi bahwa nanti akan ada seorang kenalannya yang akan menjemput saya di bandara, yang bernama Bolly. Setelah saya mau pulang saya baru tau bahwa ternyata namanya namanya Billy. Om...om... Saya jadi ikutan manggil Bolly. Hahhahahaha.

Saya pergi menuju Maumere dengan pesawat jam 5 pagi. Setelah transit di Denpasar, pesawat yang saya naiki mengalami stop di dua tempat yaitu Waingapu dan Maumere dengan tujuan akhir Kupang. Untungnya saya gak salah turun di Waingapu, bisa bengong kalo harus beli tiket sendiri.
Bandara Frans Seda di Maumere

Siang hari hampir jam 12 WITA saya landing di Maumere. Disambut dengan udara panas dan kering khas Flores. Segera saya hubungi bang Billy, dan kami pun bertemu di depan pintu keluar bandara. Bang Billy mengajak mampir di kosannya untuk menyimpan barang bawaan saya sementara. Saya pun minta diantar ke kantor dinas untuk melapor dan minta pendampingan dari dinas untuk survei esok harinya. Di sini saya berkenalan dengan pak Fred, beliau lah yang kemudian menemani selama saya survei. Bahkan gak cuman menemani tapi juga nganter jemput ke hotel. Terima kasih banyak bapak.... Kapan-kapan kalo mampir ke Bogor kabari saya ya.

Ketika pulang dari kantor dinas untuk menuju kosan bang Billy, di tengah jalan saya melihat taman  yang agak lapang dan ada patung di tengahnya. "Itu apa?" tanya saya. "Patung Kristus Raja" jawab bang Billy. Saya pun heboh minta berhenti dan berfoto sebentar disana.


Patung Kristus Raja adalah salah satu peninggalan Raja Sikka, Don Thomas da Silva. Patung Kristus Raja terletak di Jantung Kota Maumere didirikan pada Tahun 1923 oleh Raja Don Tomas Simenes da Silva sebagai pelindung kota Maumere. Patung Kristus Raja juga merupakan sumber kekristenan Kabupaten Sikka. Patung tersebut hancur pada tahun 1945 ketika tentara sekutu menyerang kekuatan Jepang di Maumere dan dibangun kembali pada tahun 1989. Patung Kristus Raja diresmikan langsung oleh Paus Yohanes Paulus II ketika memimpin misa agung di Maumere pada 11 Oktober 1989 (dikopi dari warung http://blaiserichie.mywapblog.com/patung-kristus-raja-jln-soegiyopranoto-m.xhtml). 
Patung Kristus Raja

Saya pun minta diantar ke hotel yang memiliki rate murah dan dekat dengan lokasi survei keesokan harinya, akhirnya dipilihkanlah sebuah penginapan murah meriah yang ternyata adalah tempat istri bang Billy bekerja. Harga penginapan ini cukup murah, hanya Rp 125.000,- per malam untuk tipe VIP. Kamarnya luas sih, bisa diisi 3-4 orang, walaupun memang sangat standar seperti kamar kos. Masalahnya adalah air, untung begitu datang saya langsung mengisi bak, karena sore hari air tidak mengalir. Saya jadi inget comic Ari kriting dan Abdur yang orang timur, yang suka bilang sumber air di timur itu susah. Hehehhee...

Sore hari, saya minta diajak jalan ke tempat-tempat wisata yang terkenal di Maumere. Dan pilihannya jatuh pada Tanjung Kajuwulu. Dari penginapan perjalanan cukup jauh juga loh, naik motor dengan kondisi jalan lancar jaya, perjalanan ditempuh selama kurang lebih 45menit. Tapi perjalanan jauh itu terbayar ketika saya melihat laut yang membentang di depan Tanjung Kajuwulu.
Laut yang membentang di depan Tanjung Kajuwulu

Kajuwulu adalah nama salah pantai yang terletak di pinggir jalan dekat bukit, sedangkan orang Maumere sendiri menyebut daerah ini sebagai "Tanjung". Sayangnya ketika saya sampai di sana hari sudah sore, sehingga saya tidak sempat untuk turun ke pantai.

Bang Billy mengajak saya menaiki ratusan anak tangga untuk menuju puncak bukit. Sebenarnya saya tidak terlalu suka jalan atau treking atau sejenisnya, tapi kalau sudah tiba di lokasi kan tanggung kalo gak dijalanin. Ketika saya berkunjung ke Kajuwulu adalah musim kemarau, sehingga rumput di bukit Kajuwulu kering dan berwarna kecoklatan. Jika saja datangnya saat masuk musim penghujan warna rerumputan adalah hijau yang menyenangkan, seperti bukit teletubies gitu deh kalau saya lihat foto-foto orang lain yang datang saat rumput di bukit ini menghijau.
Ratusan anak tangga menuju puncak bukit

Mendekati puncak bukit mulai terlihat salib yang bertengger di atas sana. Yup, di puncak bukit Kajuwulu terdapat sebuah salib besar yang megah. Dari puncak kita bisa melihat pemandangan pantai Kajuwulu yang sangat mempesona. Indah sekali.... Jangan lupa sempatkan mampir ke Kajuwulu jika kalian pergi ke Maumere ya.  
Salib di puncak Bukit Kajuwulu

Ketika sampai di puncak bukit, matahari mulai bersembunyi dan memberikan kesempatan pada bulan untuk menggantikannya. Langit berwarna oranye berhiaskan laut dengan pulau-pulau kecil sebagai pemanisnya, semakin memperindah sunset dari atas bukit Kajuwulu.
Sunset dari Bukit Kajuwulu

Keesokan harinya saya melakukan pengumpulan data dan melakukan wawancara dengan beberapa stakeholder dengan didampingi oleh pak Fred.  Sekitar jam 2 siang, target pekerjaan untuk hari itu selesai. Setelah makan siang bang Billy menjemput, karena saya minta diantar untuk pergi ke Bukit Nilo. Tanpa ganti baju, saya pun berangkat menuju bukit Nilo. Letaknya tidak terlalu jauh dari Maumere, mungkin sekitar 8 km.
Patung Bunda Maria di puncak bukit Nilo

Untuk menuju bukit Nilo kami harus menempuh jalan melewati pemukiman penduduk yang memelihara babi, melewati hutan lenggang, jalan menanjak yang tidak terlalu lebar dan ada bagian jalanan yang rusak dan berlubang, dan akhirnya sampai juga di bukit Nilo. Ternyata tidak terlalu jauh, padahal dari bawah rasanya perjalanan akan sangat lama, ternyata tidak juga. 

Di puncak bukit Nilo terdapat patung Bunda Maria yang tingginya sekitar 20 m, dan ditempatkan di atas bangunan altar yang sekaligus menjadi pondasinya. Dan di depan patung Bunda Maria terdapat lemari untuk tempat menyalakan lilin.

Patung Bunda Maria ini mulai dibangun pada tahun 2004 dan mulai dibuka pada tahun 2005. Pada tahun 2006, patung ini jatuh akibat terkena angin kencang dan hujan lebat dan segera diperbaiki. Patung ini menghadap ke arah Laut Flores dimana Maumere tepat terletak di bawahnya. Umat Katolik mempercayai Bunda Maria melindungi Maumere dari atas bukit Nilo. Oiya, penduduk Maumere mayoritas beragama Katolik, banyak juga yang beragama Kristen, dan ada juga penduduk muslim. Mereka semua hidup dengan rukun berdampingan. 
Patung Bunda Maria di bukit Nilo

Selain Bunda Maria, di bukit Nilo juga terdapat patung Yesus yang terletak di sekitar depan altar. Patung ini menggambarkan Yesus yang sedang berbicara dengan malaikat yang dipisahkan oleh kolam. Di dalam kolam juga terdapat banyak sisa lilin yang diletakkan oleh para peziarah.
Patung Yesus dan malaikat

Selain sebagai tempat ziarah bagi umat Katolik, dari atas bukit Nilo kita dapat melihat pemandangan Maumere. Kata bang Billy, orang-orang biasanya menanti fajar terbit dari bukit Nilo ini. Sama halnya dengan Tanjung Kajuwulu, di bukit Nilo rerumputan juga sedang mengering dengan warna kecoklatan, tapi itu tidak mengurangi menikmati keindahan dari atas bukit Nilo ini.
Pemandangan Maumere dari atas Bukit Nilo

Hari ketiga di Maumere, saya melanjutkan pengambilan data. Ada pemandangan yang mengharukan saat saya berkunjung ke salah satu daerah nelayan. Anak-anak lelaki kecil di daerah ini sibuk ikut membantu ayah mereka untuk menyiapkan perbekalan melaut. Dan lagi-lagi saya teringat comic Abdur yang mengatakan di daerah pesisir Indonesia timur anak laki-laki tidak bersekolah saat musim ikan, mereka membantu orang tuanya untuk melaut.
Adek-adek kecil yang membawa perbekalan melaut untuk ayahnya

Setelah menyelesaikan pengambilan data untuk hari itu, pak Fred mengajak saya mampir ke Pantai Waiara. Pantai ini terletak sekitar 10 km dari pusat kota. Pasir di pantai ini meskipun tidak berwarna putih namun tetap memberikan pemandangan yang indah bagi para pengunjungnya. Saya dan pak Fred berjalan menyusuri pantai. Saat itu ada yacht yang sedang berhenti d tengah laut dan tidak lama kemudian beberapa bule turun menggunakan rubber boat sambil membawa karung yang sepertinya berisi baju kotor. Nampaknya mereka berniat melaundry pakaian, membeli perbekalan dan BBM sebelum kembali melanjutkan perjalanan.

Kami melewati bapak-bapak penjual pernak-pernik dan cangkang keong laut. Saya membeli beberapa untuk oleh-oleh teman di rumah. Dan karena pak Fred kenal dengan bapak penjual yang ternyata adalah nelayan binaan dari dinas terkait, saya dikasih bonus 1 kalung keong. Makasih bapak...

Kami juga mampir di Sea World Club, yaitu sebuah resto and resort milik orang Jerman, dan pengunjung di sini memang bule semua yang saya temui. Walaupun bukan pengunjung resort kami tetap diperbolehkan masuk dan menikmati keindahan di pantai ini.
Pantai Waiara

Sambil berkeliling, saya melihat-lihat toko souvenir di sekitar resort. Biasanya tiap pegi ke luar kota saya selalu menyempatkan membeli kain khas daerah, namun kali ini saya agak berat untuk membelinya. Maumere tidak memiliki kain khas seperti batik, namun disini kain khasnya adalah kain tenun. Bisa dibayangkan dengan cara pembuatannya yang sulit dan membutuhkan waktu lama pasti harganya juga mahal. Satu helai kain bisa berharga 300ribu untuk kualitas biasa dengan ukuran kecil hingga berharga jutan rupiah. Gak cukuplah lump sum saya kalau mau beli kain tenun itu. Akhirnya saya memutuskan membeli tas yang terbuat dari kain tenun. Harganya masih bersahabat di dompet saya yaitu Rp 150.000,-.

Pantai Waiara juga merupakan salah satu spot untuk snorkling dan diving. Sayangnya waktu terlalu mepet, karena pekerjan saya selalu selesai di sore hari, jika dipaksakan snorkling, maka kecerahan air tidak mendukung. Namun saya sangat menikmati jalan-jalan sore di pantai ini.

Menjelang matahari tergelincir, orang-orang mulai berkumpul di pantai. Sunset disini tidak terlihat dengan jelas, karena matahari tertutup jajaran pegunungan.
Sunset di Pantai Waiara

Keesokan harinya saya berencana dengan bang Billy untuk pergi ke danau kelimutu di Kabupaten Ende. Namun karena satu dan lain hal yang tidak bisa saya ceritakan disini rencana itu pun gagal. Jujur saya sangat kecewa, tapi mau bagaimana lagi, mungkin belum rejeki saya. Akhirnya hari itu saya dengan ditemani istri bang Billy mencari oleh-oleh di pasar Alok, karena disini agak sulit menemukan tempat yang menjual oleh-oleh. Yang khas dari Maumere adalah moke dan ikan kering kerapu sunu. Moke adalah jenis minumn keras khas daerah ini. Karena saya tidak mungkin membeli moke, akhirnya saya hanya membeli ikan kering kerapu sunu, kaos untuk ayah, kopi, dan dompet-dompet kecil.
Terima kasih bang Billy, istrinya dan Pak Fred

Semoga lain waktu saya bisa mengunjungi daerah lain di tanah NTT. Pengen sih mengunjungi Pulau Komodo yang katanya memiliki pantai berwarna pink dan juga pengen pergi menangkap paus di Lamalera. Semoga!

2 komentar:

  1. Hai...salam kenal. Sy Lilik dr Bdg.
    Tks sdh berbagi cerita. Sangat inspiratif. Kebetulan feb nti klo Tuhan ijinkan kami mau kesana. Tulisan ini sangat membantu. Tks ya

    BalasHapus
  2. Makasih mbk.. Sangat membantu.. Kmi januari akan kesana

    BalasHapus