Kemana.. kemana... Kita pergi kemana?
Mencari hiburan di malam minggu ini. Itu lagu jadul dan entah mengapa saya tau.
Dan dalam lagu itu dia mengajak ke Monas, itu jauh neng karena posisi saya
sekarang di Jember. Okelah kalau begitu mari nikmati eksotika Banyuwangi bagian
utara hingga timur laut.
Pada long week end kali ini, perjuangan
yang ditempuh untuk mengumpulkan teman main sangatlah susah. Entah mengapa
rasanya orang-orang sulit sekali dirayu. Dan memang jadwal kami juga yang
terlalu mepet ketika mem-floor-kan rencana jalan-jalan kali ini. Dengan segala
upaya akhirnya Amel dan saya berhasil mengumpulkan 6 orang untuk share cost
pergi ke Baluran dan Pulau Tabuhan.
Walaupun dari lahir tinggal di Jember
tapi saya belum pernah sekalipun ke Baluran. Maklum keluarga saya tidak terlalu
suka bepergian, lebih senang menikmati kebersamaan di dalam rumah. Namun dalam
setiap keluarga selalu ada outlier, dan saya adalah outlier bidang jalan-jalan.
Keberangkatan kami hari itu agak kesiangan. Kami baru mulai berangkat dengan formasi full jam 8 lewat. Dan dalam
perjalanan menuju Baluran terjadi sebuah insiden yaitu mobil Amel yang kami
naiki ditabrak motor dari belakang. Penyoklah tuh bagian kanan belakang
mobilnya. Dan kabur pula tuh orangnya.
Untungnya Amel cukup bijak dalam
menyikapi keadaan. Jangan sampai insiden ini menjatuhkan mood kami. Sip... mari
lanjutkan perjalanan dengan Bismillah.
Ketika adzan Dhuhur terdengar, kami tiba
di Taman Nasional (TN) Baluran. TN Baluran ini terletak dalam dua lokasi administrasi
yaitu Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi. Dengan luas 25.000 ha, TN ini memiliki 444 jenis tumbuhan dan dihuni oleh hewan-hewan, yaitu : 28 jenis ordo mamalia, 196 jenis aves, pisces dan reptilia. Bahkan TTN Baluran disebut sebagai miniatur hutan Indonesia karena semua jenis tipe hutan terdapat di TN ini. Dan yang paling dominan adalah padang sabana, hal itulah yang membuat lokasi ini disebut sebagai Little Africa in Java atau lebih dikenal sebagai Africa van Java http://balurannationalpark.web.id/.
Tiket masuk Baluran yang harus dibayar
dalam satu paket adalah Rp 17.500/orang yang dibagi menjadi dua tiket yaitu Rp
10.000 untuk Pengamatan Hidupan Liar (ini bahasa baku gak sih?) dan Rp 7.500
untuk Nusantara (gak paham saya ini maksudnya apa), sedangkan parkir mobil Rp 15.000.
Plang di Dekat Loket
Berdasarkan beberapa referensi yang saya
baca ada tiga lokasi utama yang bisa dikunjungi yaitu Situs Goa Jepang, Pantai
Bama dan Savana Bekol. Goa Jepang terletak di bagian depan setelah pintu masuk
dan sebelum tempat pembelian tiket. Di dekat Goa Jepang ini juga terdapat
sebuah Musholla agar memudahkan bagi yang ingin beribadah, karena menuju lokasi
Bekol perjalanannya cukup jauh.
Musholla di Dekat Pintu Masuk
Goa Jepang merupakan penginggalan sejarah saat penjajahan Jepang, yang digunakan untuk benteng pertahanan dan penyimpanan amunisi. Dengan luas hanya 12m2, menurut saya ini lebih tepat disebut bunker, tidak berbeda jauh dengan
bunker Jepang yang saya lihat di Sabang. Namun bedanya lokasi ini terlihat
lebih tidak terawat.
Batu Peresmian Situs Goa Jepang, TN Baluran
Di Goa Jepang ini terdapat sebuah pohon
besar yang posisinya seperti melindungi goa di bagian bawahnya. Sedangkan yang
disebut Goa Jepang sendiri adalah ruangan yang kecil dan agak tersembunyi. Di dalamnya hanya terdapat sebuah ruangan kemudian
ada tangga ke bawah dan sedikit ruangan pula di bagian bawah tangga. Tidak ada
apapun di sini. Hanya ada beberapa kelelawar sebagai penghuninya. Dan
suasananya horror. Kalau ajak Ki Bodo Amat pasti ada aja tuh komentarnya.
Bagian Depan Goa Jepang
Bagian Belakang Goa Jepang
Selanjutnya kami menuju Pantai Bama. Dalam
perjalanan kami bertemu dengan kerbau yang baru saja melumpur, mungkin karena
panasnya cuaca siang itu. Kami juga melewati segerombolan rusa yang sedang
merumput.
Kerbau yang Usai Melumpur
Rombongan Rusa yang Sedang Merumput
Menurut teman saya Peki, yang pernah
membantu penelitian S3 seseorang di TN Baluran, pantai yang indah terletak di
Sijile. Namun apa daya saat saya tanya akses ke sana agak sulit dan biayanya
juga mahal. Yo wes lah pantai Bama aja. Dari pintu masuk Baluran menuju Pantai
Bama dibutuhkan waktu sekitar 1 jam. Sebenarnya jaraknya hanya sekitar 20km,
tapi perjalanan ini terganggu oleh akses jalan yang rusak.
Akses Jalan Menuju Savana Bekol dan Pantai Bama
Mbak-mbak Rempong
Disini kita dapat menemui banyak
monyet, berhati-hatilah. Katanya kalau air laut sedang surut, monyet
ekor panjang akan memancing kepiting dengan ekor mereka, tapi kami tidak
sempat menemukannya karena kami berkunjung di pantai ini saat siang
hari. Aktivitas lain yang dapat dilakukan di pantai ini adalah snorkling, diving, dan berkano.
Salah satu Kursi Pantai Berhiaskan Batang Pohon
Pantai Bama
Jembatan yang Melewati Mangrove
Ujung dari Jembatan Mangrove
Sebenarnya di awal kami berencana
membuka bekal yang dibawakan ibunya Amel dan makan di pantai Bama. Tapi sayang
seribu kali sayang, di sana kan banyak monyet. Mana mungkin kami makan di sana.
Pasti dikerubutin monyet. Gak jadi makan malah heboh gak karuan pastinya.
Akhirnya kami mampir berhenti di padang
savana sekitar Bekol dan membuka bekal untuk makan. Hati-hati makan di sini,
banyak monyet yang juga siap sedia melirik aktivitasmu. Untung kami dikawal pak
Kamto driver sekaligus pawang monyet kami, hehehee... Oiya, kita tidak boleh membuang sampah dan memberi makan hewan liar ya. Itu adalah kode etik berada di rumah mereka.
Monyet yang Siap Siaga di Savana
Savana Bekol
Hamparan Rumput di Savana Bekol
Menatap Gunung Baluran (#eeaaa)
Evening in Savana Bekol, Baluran National Park
Persahabatan Bagai Kepompong...
Di Savana Bekol ini juga terdapat sebuah
menara pengawas. Dari menara pengawas kita dapat melihat kondisi savana dari
ketinggian. Yang tidak saya temukan saat berkunjung kali ini adalah merak.
Padahal saya sangat berharap dapat mendokumentasikannya. Ternyata kami belum
berjodoh. Jodoh saya masih sama si kebo tadi, karena kami bertemu sekitar 2-3 kali dengan rombongannya.
Pemandangan Savana dari Menara Pengawas
Heboh Dulu di Menara Pengawas
Matahari semakin condong, dan kami mulai
meninggalkan TN Baluran menuju tujuan selanjutnya yaitu Bangsring. Esok paginya kami akan snorkling menikmati keindahan bawah laut Pulau
Tabuhan.
Kami menginap di Bangsring dengan
mendirikan tenda di pinggir pantai. Di sekitar lokasi ini juga banyak terdapat
warung-warung makanan. Dari cerita yang saya dengar, Bangsring-Tabuhan ini
dulunya merupakan lokasi yang mengkhawatirkan karena terjadi pengeboman ikan
dan penangkapan ikan yang tidak selektif. Kemudian ada seorang pemuda yang
membawa masalah ini ke ranah publik dengan tujuan ingin menyelamatkan dan mengadakan
pemulihan lokasi salah satunya dengan penanaman terumbu. Setelah berhasil
menggandeng beberapa instansi, maka dibukalah wisata di Bangsring dan Tabuhan
dalam kerangka ZPB (Zona Perlindungan Bersama) yang dikelola oleh Kelompok Nelayan
Bangsring.
Sunrise di Bangsring
Kebetulan untuk paket Bangsring-Tabuhan
kami mengikuti paket dari salah satu orang kenalan, yaitu mas Hendra dan
mas XYZ (gak tau namanya) yang asli Banyuwangi, dengan harga paket Rp 550.000 untuk 10
orang. Harga paket tersebut diluar harga sewa peralatan, yaitu harga sewa google+snorkel
adalah Rp 25.000, life jacket Rp 10.000 dan kamera underwater Rp 150.000.
Tujuan kami menggunakan jasa paket ini adalah yang pertama supaya memudahkan,
karena kami semua awam dengan lokasi dan kebetulan trip kali ini dengan mbak-mbak rempong semua daripada pusing pala barbie; yang kedua supaya sekalian ada yang mendampingi karena
kebetulan teman-teman saya semua baru pertama kali ini snorkling, sedangkan
saya bukan tipe yang bisa menjaga orang lain, buat nyelam sendiri aja susah.
Jadwal kami menuju Pulau Tabuhan yang
direncanakan berangkat pukul 6 pagi molor hampir 1 jam karena si mas-mas ini
ngaret, katanya kehabisan bensin di jalan. Dan kami pun mulai menaiki kapal
melaju menuju Pulau Tabuhan. Jarak tempuh ke lokasi snorkling dekat Pulau
Tabuhan adalah sekitar 20 menit.
Pulau Tabuhan dari Kejauhan
Mendekati pulau ini keindahan pulau mulai
terlihat, dengan air yang berwarna hijau kebiruan, pasir putih pulau serta
tubir yang terlihat dengan jelas. Kapal berhenti, dan kami mulai turun ke laut
satu persatu untuk menikmati keindahan bawah laut di sekitar pulau Tabuhan ini.
Snorkling Perdana Teman-Teman
Kalau saya gambarkan di lokasi pertama
tempat kami snorkling terdapat cukup banyak ikan-ikan karang dengan berbagai
warna yang melintas dan bermain di sekitar karang. Selain itu juga terlihat
bintang laut biru (linckia) diantara karang-karang ini. Cukup indah, sayang
tidak terdokumentasi karena kamera dipegang oleh mas Hendra yang sedang ribet
dengan teman-teman saya yang panik karena baru pertama kali snorkling. Terumbu
karang juga cukup berwarna walaupun tutupannya tidak terlalu banyak. Dari yang
saya lihat lebih banyak tutupan karang mati dan beberapa terumbu karang baru yang mulai tumbuh.
Awak kapal mengajak kami naik untuk
berpindah ke lokasi lain. Saya baru menyadari kesalahan saya hari itu. Hari itu
saya menggunakan celana Bali yang longgar, bukannya menggunakan celana renang
yang ketat. Walhasil... ketika sedang duduk ngobrol dengan Amel di buritan
kapal, tiba-tiba... “krek”. Celana itu robek. Saya acuhkan karena hanya sedikit
robek di bagian tengah.
Ketika Celana Masih Baik-Baik Saja
Kami melanjutkan snorkling di lokasi kedua. Di sini
ombak terasa sangat kencang. Tidak jauh berbeda dengan lokasi pertama, namun
saya melihat ikan di lokasi ini agak sedikit, namun terumbu karangnya sedikit
lebih berwarna. Dan salah satu awak mendokumentasikannya ketika saya
memintanya. Maklum kan saya gak bisa free dive.
Beberapa Biota di Dasar Perairan
Ketika snorkling, saya merasa celana
saya semakin lama semakin lebar robeknya. Mungkin karena saya terlalu heboh
berenang melawan arus. Saya biarkan dengan beberapa kali saya pegangi. Namun
lama-kelamaan sepertinya kondisi celana ini sudah tidak bisa tertolong lagi
karena dia sudah tidak berupa celana lagi namun hanya berupa kain robek bak
gembel pinggir jalan. Saya pun melipir menghampiri Amel yang sedang mengintil
mas XYZ, dan memberikan kode untuk melihat bawah, tidak lama kemudian
tawanya pecah, girang bukan kepalang dia mengetahui kondisi saya. Dasar nih
Amel. Saya langsung bertanya pada mas XYZ, “Mas, punya serep celana
gak? Robek nih celana saya” yang disambut gelak tawa.
Beruntungnya saya, karena mas Hendra
ketika berangkat memakai celana panjang, dan itu akhirnya dipinjamkan pada
saya. Walaupun kancingnya lepas. Seperti bisa ditebak kemudian, saya
menggunakan celana mas Hendra yang besar dengan kancing atas yang lepas, yaitu
sering melorot. Gak papa lah dari pada pake celana compang-camping.
Kapal berhenti di Pulau Tabuhan dan
saatnya mengeksplore pulau ini. Pulau Tabuhan luasnya hanya sekitar 5 ha. Ini
merupakan pulau tak berpenghuni. Namun di sini terlihat banyak sekali sampah
berserakan bekas dari para pengunjung. Beginilah orang Indonesia, tidak pandai
menjaga lingkungannya. Sangat memalukan!
Kami sempat beristirahat sebentar karena
Prima ternyata mabok. Dan dengan celana kedodoran plus kebasahan, saya dari
posisi berdiri langsung duduk tiba-tiba terdengan suara kencang “breet..”, OMG
itu suara udara dari celana saya, bukan kentut kok. Hancur harga
diri saya di depan dua orang mas-mas ini. Ini pembunuhan karakter! Hahahahaa...
Sebenarnya pulau ini cukup cantik.
Dengan hamparan pasir putih, view gunung, dan lautan yang mengelilingi. Namun
seperti yang saya sebutkan sebelumnya, sampah akan membuatmu menjadi illfeel.
Plis dong wisatawan, kedatanganmu itu bukan untuk merusak tapi menikmati
keindahaan yang sudah diciptakan Tuhan dan menjaganya.
Tanaman Bulu Babi
Bekas Benteng Pertahanan Jepang
Pasir Putih yang Mengelilingi Pulau Tabuhan
View Gunung yang Terlihat dari Pulau Tabuhan (Entah Gunung Apa)
Kapal penjemput kami datang menghampiri
dan kami melaju ke tempat selanjutnya yaitu Rumah Apung. Dalam perjalanan ombak
yang kami lalui semakin besar. Karena saya, Amel dan Prima duduk di
lambung kapal, kami terciprat air laut yang diterjang oleh kapal. Seperti
menggunakan nano spray rasanya, tapi lama-kelamaan masuk mata dan perih. Saya mengambil
sebuah botol minuman dan mengguyur muka untuk menetralisir rasa pedih di mata.
Kemudian mas XYZ berucap “Mbak, bukannya itu isinya P*cari ya?” Jreng jreng
jreng... pantes gak ada perubahan. Hancur gulung tikar bener harga diri saya.
Tiba di rumah apung, saya melihat
siutuasi yang sangat crowded. Weleh... rame bener. Rumah apung ini semacam
keramba yang terbuat dari bahan seperti fiber (atau memang fiber ya?). Terdapat
8 keramba di dalamnya 4 keramba di samping kiri rumah dan 4 keramba di samping
kanan rumah. Rumah di sini bukan benar-benar rumah, hanya tempat-tempat
peristirahatan untuk meletakkan barang bawaan.
Rumah-rumahan Tempat Meletakkan Barang Bawaan
Di dalam salah satu keramba diletakkan
beberapa ekor anak hiu dan ikan-ikan hias. Kita bisa berenang di dalamnya
bersama mereka. Namun ketika saya mendekati keramba itu, saya langsung
berteriak karena salah satu pengunjung mengambil anak hiu dan mengeluarkannya
dari air untuk ditunjukkan pada anaknya, si anak juga jerit-jerit ketakutan, si
hiu sampai menggelepar-gelepar berontak. Pengen saya tepok jidatnya tuh orang. Kan kasian
hiunya. Plis ya pak, itu bukan berani namanya, itu penyiksaan terhadap hewan.
Kalau bapak merasa berani, sana berenang ke laut lepas cari emaknya hiu, trus
pegang dan keluarkan dari air, trus tunjukkin sama anak bapak. Jadi emosi sendiri
saya kalau inget perbuatan si bapak itu.
Baby Shark di Penangkaran Rumah Apung Bangsring
Menurut saya pribadi, sepertinya
penangkaran hiu ini agak berlebihan. Kasian juga anak-anak hiu itu, mereka bisa
stres, kalau stres nanti mati. Dan kalau memang mau dilanjutkan
penangkaran hiu seperti itu, sepertinya keramba harus diperluas dan pengunjung
harus diawasi agar tidak memegang apalagi mengeluarkan ikan dari air. Just
suggest!
Saya sempat snorkling di sekitar
keramba, pemandangan yang bagus hanya terlihat di sekitar keramba yaitu
banyaknya ikan yang berkumpul. Sedangkan agak jauh sedikit dari keramba
visibilitas air sangat keruh. Tidak bisa melihat dasar perairan dengan jelas.
Lebih menarik di sekitar Pulau Tabuhan.
Kumpulan Ikan di Sekitar Keramba
Niken yang Dikelilingi Ikan di Sekitar Keramba
Air yang Sangat Keruh, Terumbu Tidak Terlihat Jelas
Waktu sudaj lewat tengah hari. Kami bergegas kembali ke Bangsring,
mandi, makan dan pulang. Saya merasa sangat puas karena walaupun tidak
benar-benar mendampingi teman-teman, setidaknya saya sudah mengenalkan laut dan
secuil isinya pada mereka. Dan alhamdulillah Amel yang tadinya agak takut sama
air (kayak embek aja), sudah bisa menikmati berenang dan snorkling di laut. See
you on next trip gaes...