Translate

Rabu, 31 Desember 2014

Pertemuan di Pantai Sawarna-Banten

Kali ini saya, Icha dan Dina ingin menikmati suasana pantai yang konon katanya memiliki pemandangan yang indah. Pantai Sawarna yang terletak di Propinsi Banten itulah lokasi tujuan kami.

Kami bertiga bergabung dengan peserta trip lain yang berjumlah 12 orang, yang terdiri dari 9 perempuan dan 6 laki-laki. Ini kali pertamanya kami ikut trip backpacker. Kami mencoba mengenal satu sama lain. Setelah semua peserta berkumpul kami pun melaju menggunakan L300. Perjalanan menuju Pantai Sawarna ternyata sangat jauh, untungnya saya, Icha dan Dina tidak mudah bosan di perjalanan, kami mengobrol, ngakak-ngakak, makan dan membuat kehebohan lainnya di dalam mobil. Sepertinya peserta lain merasa agak terganggu tidurnya, tapi niat kami baik kok, supaya tidak merasa bosan. Hahahhhaaa... 

Tengah malam mobil berhenti, saya yang akhirnya bisa tertidur pun jadi terbangun. Saya kira Pantai Sawarna sudah dekat, ternyata itu hanya khayalan, kenyataannya sang abang sopir sedang memperbaiki mobil yang AC nya tidak berfungsi dengan baik. Yaelaah... aya-aya wae yeuh. Mobil berhenti di daerah sekitar Palabuhanratu-Sukabumi, saya mudah mengenalinya karena tempat saya kuliah memiliki stasiun lapang kelautan (SLK) di daerah ini. Saya dan Dina pun meracau tentang "bakso ikan Sabar" dan merayu teman-teman lain agar pulangnya bisa mampir dan makan siang di tempat bakso itu. Tak terasa waktu berlalu, mobil pun sudah siap untuk kembali melaju.

Menjelang subuh kami sampai di area Pantai Sawarna, dan ternyata kami masih harus berjalan untuk menuju tempat penginapan. Cukup jauh juga sih, kami melewati jembatan dan melewati rumah-rumah perkampungan penduduk, sampai akhirnya tiba di sebuah penginapan yang sudah dipesan oleh salah satu teman saya. Penginapan ini hanya digunakan untuk para perempuan karena teman laki-laki kami lebih memilih tidur di pantai menggunakan tenda agar lebih terasa backpackernya.

Jembatan yang menghubungkan jalan utama dengan rumah pendudukdi sekitar pantai

Pagi hari setelah sarapan kami pun bersiap untuk menikmati pantai Sawarna. Pantai Sawarna di mata saya terlihat seperti pantai di Palabuhanratu. Tapi karena saya memang selalu menyukai pantai, laut beserta isinya, saya dan teman-teman baru saya langsung bermain dengan pantai dan ombak laut.

Laut yang menyambut kami dengan keramahannya


Geng ceweknya nih
Foto keluarga formasi lengkap di Pantai Sawarna

Ketika matahari mulai meninggi dan air laut pun mulai pasang, kami harus rela untuk meninggalkan pantai. Karena kami memiliki beberapa agenda lain di hari ini, yaitu berkunjung ke Goa Lalay, Pantai Legon Pari dan Pantai Tanjung Layar. Kami pun mandi dan bersiap dengan membawa senter untuk berkunjung ke Goa Lalay. 

Menuju Goa Lalay kami harus berjalan kaki, selain karena murah juga karena medan menuju lokasi goa cukup sulit. Untuk menuju goa kami harus berjalan sekitar 1 km dengan melewati jembatan gantung, pematang sawah, hutan penduduk baru deh sampai di lokasi tujuan. 

Mulut goa sudah menganga di depan kami, menunggu untuk kami jelajahi.  Kondisi di dalam gelap, licin dan lembab. Ada air seperti aliran sungai yang menggenang hingga setinggi paha orang dewasa. Di dalam goa ini terdapat banyak stalaktit yang mengeluarkan tetesan air bening.
 Berpose bersama stalaktit goa

Seperti biasa... saat mengunjungi tempat-tempat seperti ini saya selalu merasa tidak tenang, seperti ada hawa mistis yang tersimpan di dalamnya. Saya lebih menyukai untuk segera keluar dan menemukan sinar matahari. Setelah menunggu teman-teman puas mengelilingi dalam goa, walaupun tidak seluruhnya, kami naik menuju jembatan yang terletak di dekat pintu keluar goa.
 Cheese!!

Dari Goa Lalay kami memilih dua orang anak kecil untuk menjadi pemandu kami menuju Pantai Legon Pari. Jalan yang kami tempuh menuju pantai ini lebih heboh daripada perjalanan menuju Goa Lalay. Kami harus melewati sawah-sawah licin, mendaki, jalanan melewati kebun dan hutan yang terjal, dan hasilnya adalah kami terpeleset disana-sini, baju compang-camping dan muka kucel. Tapi semua itu terbayar dengan indahnya Pantai Legon Pari yang kami lihat di depan mata. Yeeaaayyyy... Beautiful!
 Legon Pari Beach
 Menapaki Pantai Legon Pari

Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Pantai Tanjung Layar. Dari Pantai Legon Pari kami hanya perlu menyusuri pantai untuk menuju Pantai Tanjung Layar. Pantai ini memiliki batu yang berdiri tinggi tidak jauh dari pantai dengan bentuk mirip layar kapal, dari situlah nama pantai ini dibuat. Sambil menikmati kudapan ringan dan air kelapa muda kami duduk menunggu matahari tergelincir. Salah satu momen yang paling saya sukai di pantai, menunggu sunset.

Sunset di Pantai Tanjung Layar


Keesokan paginya kami pun bersiap untuk pulang. Karena perjalanan melewati Sukabumi kami meyempatkan mampir di pemandian air panas Cipanas. Air panas ini berasal dari perut bumi yang dikeluarkan dari celah-celah bebatuan. Kalau kata Duta teman baru saya, ini bisa disebut sebagai "air moncrot", buahahhahahhaaaa... Air moncrot ini suhunya cukup tinggi loh, kalian aja bisa merebus telur disini.

Sayangnya lokasi ini kurang terawat dengan baik. Terlihat dari tidak baiknya toilet umum, banyak sampah yang berserakan dan adanya pengunjung yang bahkan buang air di sekitar air panas. Sayang sekali....


 
 Pemandian Cipanas-Sukabumi


Sesuai rencana awal, kami pun makan siang di "Bakso Ikan Sabar" yang terletak di pasar depan TPI Palabuhanratu, sebelum akhirnya bertolak pulang.

Awal dari pertemuan kami di Pantai Sawarna ini membawa ikatan persahabatan yang kami jalin hingga saat ini. Kami melakukan banyak agenda bermain dan trip bersama lagi di kemudian hari. Senang berkenalan dengan kalian semua : Icha, Dina, Agri, Ika, Achi, Kade, Aan, Fena, Duta, Dedi, Enggar, Ali, Sudrun dan Iam. Bahkan beberapa diantara kami, saat ini telah menikah. Mau dong nyusul...


---

Memulai dan menjaga persahabatan adalah hal yang sulit sedangkan menghancurkannya adalah perkara yang sangat mudah. Karena itu jagalah hubungan yang telah kita miliki saat ini.









Selasa, 30 Desember 2014

Kisah Pulau-Pulau Kecil di Utara Jakarta

Pagi-pagi sekali saya dan Icha berangkat dari rumah kos Icha di daerah Grogol-Jakarta Barat. Ya ya ya... kami akan melakukan trip yang murah meriah ke 3 pulau di utara Jakarta yaitu  Pulau Kelor, Cipir dan Onrust dalam satu hari saja. Ketiga pulau ini memiliki kisah sejarah dari jaman penjajahan Belanda long long time ago.

Kami bergabung dengan para peserta trip lain di TPI Kamal Muara. Dan ternyata peserta yang ikut dalam trip ini sangat banyak, jumlahnya sekitar 60 orang sehingga dibagi menjadi 3 shift. Tiap shift berisi sekitar 20 orang dengan didampingi satu pemimpin rombongan. Setiap shift masuk dalam satu perahu. Kami yang datang agak terlambat masuk ke shift ketiga dan harus menunggu teman lain yang lebih terlambat dari kami. Sedangkan dua shift sebelumnya sudah berangkat terlebih dahulu. 

Setelah semua berkumpul akhirnya kami pun menaiki perahu dan meluncur menuju lokasi pertama. Pulau Kelor. Perjalanan dari TPI Muara Kamal ke Pulau Kelor ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit. Dan ketika daratan Pulau Kelor mulai terlihat, saya pun bergumam "wow!". Ternyata dibalik carut marutnya Jakarta masih tersimpan daerah seindah ini, dengan laut yang masih berwarna biru muda bening dan pantai yang diselimuti pasir putih. Yang paling menonjol dari pulau ini adalah adanya bangunan benteng tua yang masih terlihat kokoh, yang membuatnya semakin terlihat indah.
 Pulau Kelor dari Laut dengan Pasir Putih yang Menawan

Pulau Kelor merupakan salah satu pintu masuk utama Indonesia pada jaman dahulu, itulah sebabnya dibangun benteng untuk pertahanan. Benteng ini bernama Benteng Martello yang didirikan oleh Batavia untuk menghadapi serangan dari laut pada abad 17-18. Benteng ini dibuat dengan meniru Benteng Mortella di Corsica, Perancis. Pancang-pancang yang dibuat di sepanjang pantai di depan benteng, konon fungsinya adalah sebagai tempat bersembunyi pasukan jika terjadi baku tembak.

Pulau yang memiliki luas sekitar 2 hektar ini, cocok sekali untuk menjadi lokasi bidikan kamera para pemburu keindahan alam. Anda pun dapat memasuki bagian dalam benteng yang masih terlihat kokoh, sambil membayangkan apa yang terjadi ratusan tahun yang lalu.
 
Bagian dalam Benteng Martello

Selain itu di atas Benteng Martello ini terdapat tanaman kaktus yang berukuran sangat besar. Kaktus ini dapat terlihat di bagian belakang benteng. Hebat ya, padahal Jakarta termasuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi tetapi kaktus ini tetap bisa hidup dan tumbuh besar.

Kaktus di Puncak Benteng Martello

Kami pun melanjutkan perjalanan ke pulau berikutnya. Pulau Cipir. Perjalanan ditempuh sekitar 30 menit dari Pulau Kelor. Sambutan yang pertama kami terima di pulau ini selain tulisan selamat datang adalah meriam/cannon berukuran besar yang dipergunakan sekitar tahun 1800-1810.
 

 Welcome to Cipir Island

Kesan yang saya dapat di pulau ini adalah.... Serem sih. Apalagi kalau malam hari. Saya sih mending gak berkunjung kalau sudah lewat sore. Di pulau ini terdapat reruntuhan dari RS Karantina Haji tahun 1911. Bangunan-bangunan tua tersebut menambah suasana mistis di pulau ini. Kami pun sempat beristirahat dan makan siang di pulau ini, karena terdapat satu warung yang sepertinya memang dibuka untuk memenuhi kebutuhan perut para pengunjung.
 
 
 Sisa Reruntuhan Bangunan RS Karantina Haji di Pulau Cipir


Setelah puas berfoto dan beristirahat kami melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir yaitu Pulau Onrust. Nama Pulau Onrust kabarnya berarti "tidak pernah beristirahat" atau dalam bahasa Inggris unrest. Pulau ini lagi-lagi menurut saya, tidak kalah mistis dengan Pulau Cipir.
Dermaga Baru di Pulau Onrust

Di Pulau Onrust terdapat museum dari bekas bangunan Belanda yang menyimpan berbagai barang-barang peninggalan Belanda dari jaman tahun 1600an. Pulau ini memiliki sejarah yang panjang. Awalnya pulau ini diduduki oleh raja-raja Banten, namun setelah masuknya Belanda dan dengan lihainya mereka melakukan perjanjian dengan penduduk lokal, lama-kelamaan Belanda mendirikan galangan kapal di pulau ini yaitu pada tahun 1613. Pada tahun 1800 saat Inggris melakukan blokade, semua bangunan di Pulau Onrust dimusnahkan. Kemudian pada tahun 1911 sama halnya dengan Pulau Cipir, Pulau Onrust juga dialihfungsikan menjadi Karantina Haji. Selanjutnya saat Jepang menguasai Indonesia, Pulau Onrust dijadikan penjara bagi para penjahat kelas berat.
 Guide Pulau Onrust
 Pecahan Barang-Barang dari Ratusan Tahun Lalu
Lubang yang Diperkirakan Terhubung dengan Terowongan Bawah Tanah

Di pulau ini juga terdapat banyak pemakaman. Dari pemakaman Belanda, pemakaman dari anggota Karantina Haji yang meninggal, hingga di kabarkan pula bahwa juga terdapat makam yang konon kabarnya merupakan makam dari pemimpin pemberontakan DI/TII yaitu Kartosoewirjo.  
 Makam Belanda
 Foto Bersama, Thanks for nice trip

Puas berkeliling pulau dan berfoto bersama, kami pun pulang kembali ke TPI Muara Kamal untuk kemudian menuju rumah maisng-masing. Itulah kisah sedikit kisah dari pulau-pulau kecil di Utara Jakarta yang memiliki banyak perjalanan. Semoga kita selalu mengingat bahwa Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang Tidak melupakan Sejarahnya.

Minggu, 21 September 2014

Menapaki Pulau Bali


Bali... salah satu pulau yang namanya sudah mendunia. Terkenal dengan begitu banyaknya tempat wisata dan didukung masih kentalnya adat budaya penduduk setempat yang membuat Bali menjadi semakin indah dan eksotik.
Kebetulan waktu itu saya dan teman tiga orang teman saya Dina, Danang dan Sudi sedang berada di Jember untuk suatu pekerjaan, jadilah rumah orang tua saya menjadi basecamp. Dan inilah awal pekerjaan saya yang serabutan dan berlangsung hingga sekarang. Setelah 2 bulan berkutat dengan data (walaupun selalu diselipi jalan-jalan juga sih), kami memutuskan untuk mengakhiri pekerjaan ini dengan berjalan-jalan ke Bali. Beruntungnya kakak kedua saya, mbak Lia, memang tinggal di Denpasar, jadi kami lebih mudah dalam urusan akomodasi dan transportasi, karena di Bali sarana transpotasi umum sangat terbatas.
Setelah menempuh perjalanan 8 jam dengan travel, menjelang subuh kami sampai di Denpasar. Paginya mbak Lia mengajak bermain di Pantai Mertasari yang merupakan kawasan Pantai Sanur. Sebenarnya pantainya tidak terlalu indah, tetapi karena kontur pantainya yang landai jadi banyak digunakan untuk berenang oleh para wisatawan. Di Pantai Mertasari ada persewaan kano seharga 10 ribu rupiah dan dapat digunakan sepuasnya, ada juga persewaan ban. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan gorengan. Lumayan... wisata murah bersama keluarga.

Dari parkiran menuju pantai kita harus berjalan sekitar 200-400 meter tergantung lokasi parkir
Bermain kano

Hari kedua kami pergi ke Pantai Dreamland. Pantai Dreamland terletak di kawasan Pecatu Indah Resort, lokasinya agak tersembunyi. Jangan lupa banyak bertanya kalau tidak ada pemandu. Karena kami berangkat kesiangan, akhirnya kami mampir untuk sholat Dhuhur terlebih dahulu di Kampial. Di Kampial terdapat 5 tempat peribadatan dari semua agama yang terdapat di Indonesia yang dibangun di dalam satu lokasi. Hal ini untuk mencerminkan kerukunan antar umat beragama.

Lima tempat ibadah di Kampial (bukan dokumentsi pribadi)
Wihara di Kampial
Pura di Kampial

Kami pun melanjutkan perjalanan, dan tidak lama kemudian sampailah di Pantai Dreamland. Disini pantainya biru dan bening sekali, sayangnya banyak sampah berserakan di pinggiran pantai. Gak cuma wisatawan domestik yang terlihat disini, wisatawan mancanegara juga banyak. 

Pantai Dreamland memiliki ombak yang besar sehingga banyak digunakan untuk berselancar. Karena sangat senang kami berlarian di sekitar pantai, tiba-tiba ombak besar datang dan byuuur... basahlah kami. Padahal baju ganti, kami tinggal di mobil dan lokasi parkir itu jauh. Belum lagi sandal saya hilang terbawa ombak. Lengkaplah semuanya... Tapi kami tetap semangat menikmati keindahan di pantai ini. Kami naik ke atas bukit-bukit kecil yang terdapat di belakang pantai, dan wooow... dari atas pemandangan sangat indah loh.

Menyusuri pantai Dreamland
Pemandangan pantai dari atas bukit
Patung selamat datang di Pantai Dreamland

Hari berikutnya kami berjalan-jalan ke Bedugul-Tabanan. Bedugul adalah dataran tinggi di Bali. Di daerah pegunungan Budugul juga terdapat Danau Beratan yang mengelilingi Pura Ulun Danu. Udara di Bedugul sangat sejuk, mirip-mirip sama Bandung lah ya...

Kami mencoba naik speedboat untuk mengelilingi danau Beratan. Harga naik speedboat sekitar 125 ribu untuk 10 menit kalo saya tidak salah mengingatnya. Pegunungan yang ditutupi kabut putih semakin mempercantik pemandangan yang terlihat dari danau. Speedboat pun berhenti sejenak di depan Pura Ulun Danu,  dan seperti biasa... sesi pngambilan foto. Hehehhee...

Membelakangi Pura Ulun Danu

Puas naik speedboat, kami berjalan-jalan di sekitar taman yang dekat dengan Pura Ulun Danu. Pura Ulun Danu Bedugul ini ada di belakang uang kertas kita loh... Yup, uang kertas pecahan Rp 50.000,-. Ini dia gambar Puranya... Semakin terlihat cantik dengan adanya kabut di belakangnya, eksotik...

Ini dia gambar belakang uang pecahan Rp 50.000,-

Taman di sekitar Danau Bedugul

Setelah puas bermain di Danau kami sholat Dhuhur di Masjid yang terletak di depan kawasan wisata Bedugul. Dingin sekali airnya... Oiya kalau main ke Bedugul jangan lupa membawa oleh-oleh buah strawbeery yah, banyak yang jualan kok, besar, manis dan murah (kalo dibandingkan dengan yang sudah dijual di toko buah).

Hari keempat setelah berunding cukup alot, akhirnya kami memutuskan untuk pergi bermain di Waterboom. Waterboom disini sangat menarik, dengan harga tiket masuk Rp 180.000 semua wahana air bisa dinikmati (ini harga jaman tahun itu). Di dalam waterboom kami merasa seperti bukan sedang berada di Indonesia, karena mayoritas pengunjungnya wisatawan asing. Menyenangkan dan cukup melelahkan, karena antriannya begitu panjang, padahal bukan weekend. Sayangnya kamera kami bukan waterproof, jadi kami tidak mengambil foto sama sekali di dalam waterboom. Kami hanya mengambil foto sesaat setelah mandi dan berkemas untuk pulang.

Mak, minta uang jajan...

Hari masih sore, dan kami memutuskan untuk melihat sunset di Pantai Kuta. Kalau menurut saya pribadi, pantai Kuta bukan pantai yang bagus sih. Tapi entah kenapa ramai sekali. Mungkin karena ini merupakan lokasi bule pada nongkrong kali yah. Jadi bisa skalian ngecengin bule. Sambil menunggu sunset kami pun duduk di pantai. Ada abang-abang yang menawarkan tatto temporal, saya dan Danang jadi penasaran dan mencobanya. Iseng abiizzz! Dan akhirnya, matahari pun mulai tergelincir, menciptakan siluet yang cantik. Welcome night... Sampai di rumah ketika ayah saya melihat tatto temporal kami, langsung marah-marah. Hadeehhh.

Bergaya dengan tatto temporal di tangan kiri
Hello sunset Kuta

Hari terakhir pun tiba. Masih banyak tempat wisata yang belum kami kunjungi, tapi waktu begitu cepat berjalan. Entah kemana tujuan kami ketika itu, pagi hari hanya iseng saja berjalan-jalan keliling menggunakan mobil, tidak ada satupun yang mandi sebelum berangkat. Tiba-tiba kami memutuskan untuk pergi ke Uluwatu. Jalan-jalan tak terencana memang menyenangkan. Hahhahaha...

Uluwatu terletak di Desa Pecatu-Kuta. Di Uluwatu terdapat sebuah Pura yang terletak  di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta menjorok ke laut. Pura Uluwatu juga menjadi terkenal karena tepat di bawahnya adalah pantai Pecatu yang sering kali digunakan sebagai tempat untuk olahraga selancar. 

Di pintu masuk kami diminta untuk menutup bagian tubuh yang terbuka. Sudi dan Danag diminta memakai kain biru yang disediakan, sedang saya dan Dina yang berkerudung, diminta untuk menggunakan tali kuning sebagai pengenal bahwa kami pengunjung. Hal ini dilakukan karena Uluwatu merupakan salah satu tempat ibadah, sehingga kesopanan berpakaian sangat dibutuhkan. 

Mengelilingi Uluwatu

Lokasinya dikelilingi hutan dan banyak sekali terdapat monyet. Berhati-hatilah, karena mereka liar. Di pintu masuk, bapak penjaga sudah mengingatkan untuk tidak menunjukan sesuatu yang berkilauan, tidak memakai kacamata dan tidak menenteng barang berharga karena akan menarik perhatian si monyet. Tapi namanya silau dan kami pengen berfoto ria, kami mengabaikannya. Walhasil... seekor moyet datang berlari ke arah saya melihat kilauan cahaya dari kacamata hitam yang saya pakai, karena panik langsung saya lempar tuh kacamata, dengan sigap si monyet mengambil dan mematahkannya. Dasar monyeetttttt.....

Pose terakhir dengan kacamata sebelum direbut oleh si monyet
 
Gerombolan monyet Uluwatu
Welcome to Uluwatu

Untungnya rasa kesal pada si monyet tertutupi dengan keindahan yang tersaji di Uluwatu. Melihat laut dengan deburan ombak yang indah dari atas tebing. Penutup jalan-jalan yang cukup menyenangkan.
 
 
Pura terlihat dari kejauhan
Tebing Uluwatu nan menawan

Rekreasi sangat penting untuk manusia. Otak memiliki batas kemampuan untuk bekerja sehingga butuh untuk di refresh. Refreshing bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, dan saya memilih berjalan-jalan :-)

Selasa, 26 Agustus 2014

Aquarium Raksasa - Seaworld

Seaworld... Hal biasa aja sih. Tapi karna saya punya ketertarikan dengan laut beserta hewan2nya, jadi posting deh pas saya maen ke Seaworld. Sebenernya sih bukan yang pertama kali juga ke Seaworld. Tapi karena kali ini gratisan, lebih semangatlah ceritanya. Jadi ceritanya temen saya (Dimas) punya temen yang kakaknya kerja disana, dan kakanya dapet gratisan masuk Seaworld, tiket itu dikasih ke adekya, tapi si adeknya lagi ada acara dan gak bisa pake, maka dikasihlah ke Dimas. Tiketnya untuk 2 orang. Jadilah Dimas mengajak saya. Rejeki emang gak kemana, hehehhee...


Seaworld adalah aquarium ikan terbesar di Indonesia. Disana terdapat berbagai jenis hewan air, baik air tawar maupun air laut. Biota-biota ini diambil dari berbagai lokasi. Selain nontonin ikan, disini juga ada pertunjukan untuk para pengunjung. Pertunjukkan yang dilakukan berupa acara memberi makan ikan. Ada memberi makan dugong, memberi makan ikan hiu dan memberi makan di aquarium raksasa yang terdapat berbagai jenis ikan dan hewan laut lainnya. Ada beberapa orang diver yang bertugas untuk memberi makan ikan-ikan setiap harinya.


Pertama-tama kami liat dugong. Ada beberapa orang yang menyebutnya duyung ataupun sapi laut. Dugong bukan termasuk jenis ikan, dugong adalah mamalia air yang hidup di daerah lamun. Lamun itu apa? Lamun adalah padang rumput yang terletak di perairan laut yang masih dekat dengan pantai. Beberapa hewan yang hidup dan mencari makan di lamun adalah dugong, penyu, bintang laut, bulu babi, dan sebagainya.

Hai dugong...


Ada juga aquarium ikan hiu. Hiu terkenal sebagai ikan yang menakutkan. Ya, karena dia karnivora bukan seperti dugong yang terlihat imut dan unyu. Tapi menurut saya hiu melambangkan keberanian. Saat ini hiu termasuk dalam ikan yang terancam punah jika tidak dilakukan pengaturan penangkapan terhadapnya. Penangkapan hiu ini dilakukan untuk mengambil bagian siripnya yang digunakan untuk pengobatan dan harganya sangat mahal.

Kami mengikuti pertunjukkan pemberian makan pada hiu, seru sekali... Banyak sekali pengunjung yang antusias dan sudah siap duduk rapi untuk menyaksikan pertunjukan ini. Bedanya dengan sesi pemberian makan di aquarium lain, di aquarium ini para diver masuk ke dalam kerangkeng besi, untuk menghindari kontak langsung dengan si hiu. Yuhuu... safety first ya, bang.
 
 Yes, dicium hiu

Para diver memberi makan ikan hiu dari dalam kerangkeng besi


Selanjutnya adalah aquarium raksasa. Aquarium raksasa di Seaworld berisi berbagai macam jenis ikan dan hewan air lainnya, seperti ikan kerapu besar, ikan pari, penyu, dan banyak lagi jenis ikan lainnya yang gak bisa saya kenali satu-persatu. Aquarium raksasa ini dibuat menyerupai dengan isi laut sebenarnya (replika). Hal ini dilakukan untuk membuat hewan-hewan menjadi betah serta mengurangi tingkat stress. Di dalam aquarium juga dibuat seolah-olah ada bangkai kapal yang biasa dijadikan tempat bermain bagi ikan. Karena aquariumnya raksasa dan supaya tidak terjadi penumpukan pengunjung di satu sisi, maka di aquarium ini disediakan eskalator. Baguuss sekali melihat banyak ikan berenang di sekeliling kita...







Berbagai jenis biota di aquarium besar

Selain tiga aquarium utama, juga terdapat berbagai jenis aquarium kecil yang berisi berbagai macam jenis biota, terutama biota laut. Ada yang berisi udang ronggeng besar berwarna kuning, ada yang berisi cangkokan terumbu karang yang masih kecil, ada juga kolam yang berisi beraneka macam bintang laut dan sebagainya. Cocok sekali untuk memperkenalkan kehidupan laut bagi semua orang.
 




Macam-macam ikan dan terumbu karang di beberapa aquarium kecil


Selain itu di Seaworld juga terdapat perpustakaan untuk menambah pengetahuan kita mengenai berbagai jenis hewan air. Dan juga terdapat satu ruangan yang berisi ikan-ikan besar yang diawetkan. Dan tidak lupa sebagai trik dagang, di pintu keluar terhubung dengan minimarket yang mejual berbagai macam aksesoris hewan laut. 




Ikan pari raksasa dan ikan purba yang telah diawetkan



Kita memang berada di darat, tetapi apa yang kita lakukan di darat juga akan mempengaruhi kehidupan di laut. Maka bijaklah dalam bertindak dan jagalah lingkungan, untuk kelangsungan hidup kita semua.