Translate

Minggu, 21 September 2014

Menapaki Pulau Bali


Bali... salah satu pulau yang namanya sudah mendunia. Terkenal dengan begitu banyaknya tempat wisata dan didukung masih kentalnya adat budaya penduduk setempat yang membuat Bali menjadi semakin indah dan eksotik.
Kebetulan waktu itu saya dan teman tiga orang teman saya Dina, Danang dan Sudi sedang berada di Jember untuk suatu pekerjaan, jadilah rumah orang tua saya menjadi basecamp. Dan inilah awal pekerjaan saya yang serabutan dan berlangsung hingga sekarang. Setelah 2 bulan berkutat dengan data (walaupun selalu diselipi jalan-jalan juga sih), kami memutuskan untuk mengakhiri pekerjaan ini dengan berjalan-jalan ke Bali. Beruntungnya kakak kedua saya, mbak Lia, memang tinggal di Denpasar, jadi kami lebih mudah dalam urusan akomodasi dan transportasi, karena di Bali sarana transpotasi umum sangat terbatas.
Setelah menempuh perjalanan 8 jam dengan travel, menjelang subuh kami sampai di Denpasar. Paginya mbak Lia mengajak bermain di Pantai Mertasari yang merupakan kawasan Pantai Sanur. Sebenarnya pantainya tidak terlalu indah, tetapi karena kontur pantainya yang landai jadi banyak digunakan untuk berenang oleh para wisatawan. Di Pantai Mertasari ada persewaan kano seharga 10 ribu rupiah dan dapat digunakan sepuasnya, ada juga persewaan ban. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan gorengan. Lumayan... wisata murah bersama keluarga.

Dari parkiran menuju pantai kita harus berjalan sekitar 200-400 meter tergantung lokasi parkir
Bermain kano

Hari kedua kami pergi ke Pantai Dreamland. Pantai Dreamland terletak di kawasan Pecatu Indah Resort, lokasinya agak tersembunyi. Jangan lupa banyak bertanya kalau tidak ada pemandu. Karena kami berangkat kesiangan, akhirnya kami mampir untuk sholat Dhuhur terlebih dahulu di Kampial. Di Kampial terdapat 5 tempat peribadatan dari semua agama yang terdapat di Indonesia yang dibangun di dalam satu lokasi. Hal ini untuk mencerminkan kerukunan antar umat beragama.

Lima tempat ibadah di Kampial (bukan dokumentsi pribadi)
Wihara di Kampial
Pura di Kampial

Kami pun melanjutkan perjalanan, dan tidak lama kemudian sampailah di Pantai Dreamland. Disini pantainya biru dan bening sekali, sayangnya banyak sampah berserakan di pinggiran pantai. Gak cuma wisatawan domestik yang terlihat disini, wisatawan mancanegara juga banyak. 

Pantai Dreamland memiliki ombak yang besar sehingga banyak digunakan untuk berselancar. Karena sangat senang kami berlarian di sekitar pantai, tiba-tiba ombak besar datang dan byuuur... basahlah kami. Padahal baju ganti, kami tinggal di mobil dan lokasi parkir itu jauh. Belum lagi sandal saya hilang terbawa ombak. Lengkaplah semuanya... Tapi kami tetap semangat menikmati keindahan di pantai ini. Kami naik ke atas bukit-bukit kecil yang terdapat di belakang pantai, dan wooow... dari atas pemandangan sangat indah loh.

Menyusuri pantai Dreamland
Pemandangan pantai dari atas bukit
Patung selamat datang di Pantai Dreamland

Hari berikutnya kami berjalan-jalan ke Bedugul-Tabanan. Bedugul adalah dataran tinggi di Bali. Di daerah pegunungan Budugul juga terdapat Danau Beratan yang mengelilingi Pura Ulun Danu. Udara di Bedugul sangat sejuk, mirip-mirip sama Bandung lah ya...

Kami mencoba naik speedboat untuk mengelilingi danau Beratan. Harga naik speedboat sekitar 125 ribu untuk 10 menit kalo saya tidak salah mengingatnya. Pegunungan yang ditutupi kabut putih semakin mempercantik pemandangan yang terlihat dari danau. Speedboat pun berhenti sejenak di depan Pura Ulun Danu,  dan seperti biasa... sesi pngambilan foto. Hehehhee...

Membelakangi Pura Ulun Danu

Puas naik speedboat, kami berjalan-jalan di sekitar taman yang dekat dengan Pura Ulun Danu. Pura Ulun Danu Bedugul ini ada di belakang uang kertas kita loh... Yup, uang kertas pecahan Rp 50.000,-. Ini dia gambar Puranya... Semakin terlihat cantik dengan adanya kabut di belakangnya, eksotik...

Ini dia gambar belakang uang pecahan Rp 50.000,-

Taman di sekitar Danau Bedugul

Setelah puas bermain di Danau kami sholat Dhuhur di Masjid yang terletak di depan kawasan wisata Bedugul. Dingin sekali airnya... Oiya kalau main ke Bedugul jangan lupa membawa oleh-oleh buah strawbeery yah, banyak yang jualan kok, besar, manis dan murah (kalo dibandingkan dengan yang sudah dijual di toko buah).

Hari keempat setelah berunding cukup alot, akhirnya kami memutuskan untuk pergi bermain di Waterboom. Waterboom disini sangat menarik, dengan harga tiket masuk Rp 180.000 semua wahana air bisa dinikmati (ini harga jaman tahun itu). Di dalam waterboom kami merasa seperti bukan sedang berada di Indonesia, karena mayoritas pengunjungnya wisatawan asing. Menyenangkan dan cukup melelahkan, karena antriannya begitu panjang, padahal bukan weekend. Sayangnya kamera kami bukan waterproof, jadi kami tidak mengambil foto sama sekali di dalam waterboom. Kami hanya mengambil foto sesaat setelah mandi dan berkemas untuk pulang.

Mak, minta uang jajan...

Hari masih sore, dan kami memutuskan untuk melihat sunset di Pantai Kuta. Kalau menurut saya pribadi, pantai Kuta bukan pantai yang bagus sih. Tapi entah kenapa ramai sekali. Mungkin karena ini merupakan lokasi bule pada nongkrong kali yah. Jadi bisa skalian ngecengin bule. Sambil menunggu sunset kami pun duduk di pantai. Ada abang-abang yang menawarkan tatto temporal, saya dan Danang jadi penasaran dan mencobanya. Iseng abiizzz! Dan akhirnya, matahari pun mulai tergelincir, menciptakan siluet yang cantik. Welcome night... Sampai di rumah ketika ayah saya melihat tatto temporal kami, langsung marah-marah. Hadeehhh.

Bergaya dengan tatto temporal di tangan kiri
Hello sunset Kuta

Hari terakhir pun tiba. Masih banyak tempat wisata yang belum kami kunjungi, tapi waktu begitu cepat berjalan. Entah kemana tujuan kami ketika itu, pagi hari hanya iseng saja berjalan-jalan keliling menggunakan mobil, tidak ada satupun yang mandi sebelum berangkat. Tiba-tiba kami memutuskan untuk pergi ke Uluwatu. Jalan-jalan tak terencana memang menyenangkan. Hahhahaha...

Uluwatu terletak di Desa Pecatu-Kuta. Di Uluwatu terdapat sebuah Pura yang terletak  di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta menjorok ke laut. Pura Uluwatu juga menjadi terkenal karena tepat di bawahnya adalah pantai Pecatu yang sering kali digunakan sebagai tempat untuk olahraga selancar. 

Di pintu masuk kami diminta untuk menutup bagian tubuh yang terbuka. Sudi dan Danag diminta memakai kain biru yang disediakan, sedang saya dan Dina yang berkerudung, diminta untuk menggunakan tali kuning sebagai pengenal bahwa kami pengunjung. Hal ini dilakukan karena Uluwatu merupakan salah satu tempat ibadah, sehingga kesopanan berpakaian sangat dibutuhkan. 

Mengelilingi Uluwatu

Lokasinya dikelilingi hutan dan banyak sekali terdapat monyet. Berhati-hatilah, karena mereka liar. Di pintu masuk, bapak penjaga sudah mengingatkan untuk tidak menunjukan sesuatu yang berkilauan, tidak memakai kacamata dan tidak menenteng barang berharga karena akan menarik perhatian si monyet. Tapi namanya silau dan kami pengen berfoto ria, kami mengabaikannya. Walhasil... seekor moyet datang berlari ke arah saya melihat kilauan cahaya dari kacamata hitam yang saya pakai, karena panik langsung saya lempar tuh kacamata, dengan sigap si monyet mengambil dan mematahkannya. Dasar monyeetttttt.....

Pose terakhir dengan kacamata sebelum direbut oleh si monyet
 
Gerombolan monyet Uluwatu
Welcome to Uluwatu

Untungnya rasa kesal pada si monyet tertutupi dengan keindahan yang tersaji di Uluwatu. Melihat laut dengan deburan ombak yang indah dari atas tebing. Penutup jalan-jalan yang cukup menyenangkan.
 
 
Pura terlihat dari kejauhan
Tebing Uluwatu nan menawan

Rekreasi sangat penting untuk manusia. Otak memiliki batas kemampuan untuk bekerja sehingga butuh untuk di refresh. Refreshing bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, dan saya memilih berjalan-jalan :-)