Translate

Kamis, 21 Mei 2015

Between 'Africa van Java' & Tabuhan Island



Kemana.. kemana... Kita pergi kemana? Mencari hiburan di malam minggu ini. Itu lagu jadul dan entah mengapa saya tau. Dan dalam lagu itu dia mengajak ke Monas, itu jauh neng karena posisi saya sekarang di Jember. Okelah kalau begitu mari nikmati eksotika Banyuwangi bagian utara hingga timur laut.

Pada long week end kali ini, perjuangan yang ditempuh untuk mengumpulkan teman main sangatlah susah. Entah mengapa rasanya orang-orang sulit sekali dirayu. Dan memang jadwal kami juga yang terlalu mepet ketika mem-floor-kan rencana jalan-jalan kali ini. Dengan segala upaya akhirnya Amel dan saya berhasil mengumpulkan 6 orang untuk share cost pergi ke Baluran dan Pulau Tabuhan.

Walaupun dari lahir tinggal di Jember tapi saya belum pernah sekalipun ke Baluran. Maklum keluarga saya tidak terlalu suka bepergian, lebih senang menikmati kebersamaan di dalam rumah. Namun dalam setiap keluarga selalu ada outlier, dan saya adalah outlier bidang jalan-jalan.

Keberangkatan kami hari itu agak kesiangan. Kami baru mulai berangkat dengan formasi full jam 8 lewat. Dan dalam perjalanan menuju Baluran terjadi sebuah insiden yaitu mobil Amel yang kami naiki ditabrak motor dari belakang. Penyoklah tuh bagian kanan belakang mobilnya. Dan kabur pula tuh orangnya.
 
Untungnya Amel cukup bijak dalam menyikapi keadaan. Jangan sampai insiden ini menjatuhkan mood kami. Sip... mari lanjutkan perjalanan dengan Bismillah.

Ketika adzan Dhuhur terdengar, kami tiba di Taman Nasional (TN) Baluran. TN Baluran ini terletak dalam dua lokasi administrasi yaitu Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi. Dengan luas 25.000 ha, TN ini memiliki 444 jenis tumbuhan dan dihuni oleh hewan-hewan, yaitu : 28 jenis ordo mamalia, 196 jenis aves, pisces dan reptilia. Bahkan TTN Baluran disebut sebagai miniatur hutan Indonesia karena semua jenis tipe hutan terdapat di TN ini. Dan yang paling dominan adalah padang sabana, hal itulah yang membuat lokasi ini disebut sebagai Little Africa in Java atau lebih dikenal sebagai Africa van Java http://balurannationalpark.web.id/.

Tiket masuk Baluran yang harus dibayar dalam satu paket adalah Rp 17.500/orang yang dibagi menjadi dua tiket yaitu Rp 10.000 untuk Pengamatan Hidupan Liar (ini bahasa baku gak sih?) dan Rp 7.500 untuk Nusantara (gak paham saya ini maksudnya apa), sedangkan parkir mobil Rp 15.000.
Plang di Dekat Loket 

Berdasarkan beberapa referensi yang saya baca ada tiga lokasi utama yang bisa dikunjungi yaitu Situs Goa Jepang, Pantai Bama dan Savana Bekol. Goa Jepang terletak di bagian depan setelah pintu masuk dan sebelum tempat pembelian tiket. Di dekat Goa Jepang ini juga terdapat sebuah Musholla agar memudahkan bagi yang ingin beribadah, karena menuju lokasi Bekol perjalanannya cukup jauh.
Musholla di Dekat Pintu Masuk
 
Goa Jepang merupakan penginggalan sejarah saat penjajahan Jepang, yang digunakan untuk benteng pertahanan dan penyimpanan amunisi. Dengan luas hanya 12m2, menurut saya ini lebih tepat disebut bunker, tidak berbeda jauh dengan bunker Jepang yang saya lihat di Sabang. Namun bedanya lokasi ini terlihat lebih tidak terawat.
Batu Peresmian Situs Goa Jepang, TN Baluran

Di Goa Jepang ini terdapat sebuah pohon besar yang posisinya seperti melindungi goa di bagian bawahnya. Sedangkan yang disebut Goa Jepang sendiri adalah ruangan yang kecil dan agak tersembunyi. Di dalamnya hanya terdapat sebuah ruangan kemudian ada tangga ke bawah dan sedikit ruangan pula di bagian bawah tangga. Tidak ada apapun di sini. Hanya ada beberapa kelelawar sebagai penghuninya. Dan suasananya horror. Kalau ajak Ki Bodo Amat pasti ada aja tuh komentarnya.
Bagian Depan Goa Jepang
Bagian Belakang Goa Jepang
 
Selanjutnya kami menuju Pantai Bama. Dalam perjalanan kami bertemu dengan kerbau yang baru saja melumpur, mungkin karena panasnya cuaca siang itu. Kami juga melewati segerombolan rusa yang sedang merumput.
Kerbau yang Usai Melumpur
Rombongan Rusa yang Sedang Merumput

Menurut teman saya Peki, yang pernah membantu penelitian S3 seseorang di TN Baluran, pantai yang indah terletak di Sijile. Namun apa daya saat saya tanya akses ke sana agak sulit dan biayanya juga mahal. Yo wes lah pantai Bama aja. Dari pintu masuk Baluran menuju Pantai Bama dibutuhkan waktu sekitar 1 jam. Sebenarnya jaraknya hanya sekitar 20km, tapi perjalanan ini terganggu oleh akses jalan yang rusak.
Akses Jalan Menuju Savana Bekol dan Pantai Bama
 
Pantai Bama itu... kotor karena banyak sampah dan crowded. Entahlah mungkin karena saat kami berkunjung memang long weekend jadi begitulah kondisinya. Pantainya sebenarnya cukup indah, sayangnya ya kondisi yang seperti saya sebutkan sebelumnya.
Mbak-mbak Rempong


Disini kita dapat menemui banyak monyet, berhati-hatilah. Katanya kalau air laut sedang surut, monyet ekor panjang akan memancing kepiting dengan ekor mereka, tapi kami tidak sempat menemukannya karena kami berkunjung di pantai ini saat siang hari. Aktivitas lain yang dapat dilakukan di pantai ini adalah snorkling, diving, dan berkano.
Salah satu Kursi Pantai Berhiaskan Batang Pohon

Pantai Bama
 
Pantai ini memiliki jembatan yang melewati hutan mangrove dan berakhir di satu sudut pantai. Menurut plang yang ada, mangrove di pantai ini merupakan yang terbesar se-Asia Tenggara. Dan seperti biasa, action bak foto model pun dimulai.
Jembatan yang Melewati Mangrove

Ujung dari Jembatan Mangrove

Sebenarnya di awal kami berencana membuka bekal yang dibawakan ibunya Amel dan makan di pantai Bama. Tapi sayang seribu kali sayang, di sana kan banyak monyet. Mana mungkin kami makan di sana. Pasti dikerubutin monyet. Gak jadi makan malah heboh gak karuan pastinya.

Akhirnya kami mampir berhenti di padang savana sekitar Bekol dan membuka bekal untuk makan. Hati-hati makan di sini, banyak monyet yang juga siap sedia melirik aktivitasmu. Untung kami dikawal pak Kamto driver sekaligus pawang monyet kami, hehehee... Oiya, kita tidak boleh membuang sampah dan memberi makan hewan liar ya. Itu adalah kode etik berada di rumah mereka.
Monyet yang Siap Siaga di Savana

Dan akhirnya tujuan akhir untuk hari itu adalah Savana Bekol. Saat SD dulu kita belajar mengenai apa itu sabana dan stepa. SAbana atau savana dalam bahasa Inggrisnya, adalah hamparan rumput yang dipenuhi semak dan ditumbuhi pepohonan yang tumbuh menyebar. Savana Bekol di TN Baluran ini memiliki luas sekitar 10.000 ha.
Savana Bekol
Hamparan Rumput di Savana Bekol

Savana ini merupakan habitat bagi kerbau liar, banteng, rusa, monyet dan beberapa unggas. Pepohonan tumbuh menyebar di savana ini dengan latar belakang gunung Baluran, menambah eksotika pemandangan di sini. Hamparan rumput yang terlihat mulai berwarna coklat karena saat ini sudah mulai memasuki musim kemarau membuatnya sudah semakin mendekati masa dimana TN ini terlihat sebagai Africa van Java.

Menatap Gunung Baluran (#eeaaa)

Evening in Savana Bekol, Baluran National Park

Persahabatan Bagai Kepompong...

Di Savana Bekol ini juga terdapat sebuah menara pengawas. Dari menara pengawas kita dapat melihat kondisi savana dari ketinggian. Yang tidak saya temukan saat berkunjung kali ini adalah merak. Padahal saya sangat berharap dapat mendokumentasikannya. Ternyata kami belum berjodoh. Jodoh saya masih sama si kebo tadi, karena kami bertemu sekitar 2-3 kali dengan rombongannya.
Pemandangan Savana dari Menara Pengawas

Heboh Dulu di Menara Pengawas
 
Matahari semakin condong, dan kami mulai meninggalkan TN Baluran menuju tujuan selanjutnya yaitu Bangsring. Esok paginya kami akan snorkling menikmati keindahan bawah laut Pulau Tabuhan.

Kami menginap di Bangsring dengan mendirikan tenda di pinggir pantai. Di sekitar lokasi ini juga banyak terdapat warung-warung makanan. Dari cerita yang saya dengar, Bangsring-Tabuhan ini dulunya merupakan lokasi yang mengkhawatirkan karena terjadi pengeboman ikan dan penangkapan ikan yang tidak selektif. Kemudian ada seorang pemuda yang membawa masalah ini ke ranah publik dengan tujuan ingin menyelamatkan dan mengadakan pemulihan lokasi salah satunya dengan penanaman terumbu. Setelah berhasil menggandeng beberapa instansi, maka dibukalah wisata di Bangsring dan Tabuhan dalam kerangka ZPB (Zona Perlindungan Bersama) yang dikelola oleh Kelompok Nelayan Bangsring.
Sunrise di Bangsring

Kebetulan untuk paket Bangsring-Tabuhan kami mengikuti paket dari salah satu orang kenalan, yaitu mas Hendra dan mas XYZ (gak tau namanya) yang asli Banyuwangi, dengan harga paket Rp 550.000 untuk 10 orang. Harga paket tersebut diluar harga sewa peralatan, yaitu harga sewa google+snorkel adalah Rp 25.000, life jacket Rp 10.000 dan kamera underwater Rp 150.000. Tujuan kami menggunakan jasa paket ini adalah yang pertama supaya memudahkan, karena kami semua awam dengan lokasi dan kebetulan trip kali ini dengan mbak-mbak rempong semua daripada pusing pala barbie; yang kedua supaya sekalian ada yang mendampingi karena kebetulan teman-teman saya semua baru pertama kali ini snorkling, sedangkan saya bukan tipe yang bisa menjaga orang lain, buat nyelam sendiri aja susah.

Jadwal kami menuju Pulau Tabuhan yang direncanakan berangkat pukul 6 pagi molor hampir 1 jam karena si mas-mas ini ngaret, katanya kehabisan bensin di jalan. Dan kami pun mulai menaiki kapal melaju menuju Pulau Tabuhan. Jarak tempuh ke lokasi snorkling dekat Pulau Tabuhan adalah sekitar 20 menit. 
Pulau Tabuhan dari Kejauhan
 
Mendekati pulau ini keindahan pulau mulai terlihat, dengan air yang berwarna hijau kebiruan, pasir putih pulau serta tubir yang terlihat dengan jelas. Kapal berhenti, dan kami mulai turun ke laut satu persatu untuk menikmati keindahan bawah laut di sekitar pulau Tabuhan ini.
  
Snorkling Perdana Teman-Teman
 
Kalau saya gambarkan di lokasi pertama tempat kami snorkling terdapat cukup banyak ikan-ikan karang dengan berbagai warna yang melintas dan bermain di sekitar karang. Selain itu juga terlihat bintang laut biru (linckia) diantara karang-karang ini. Cukup indah, sayang tidak terdokumentasi karena kamera dipegang oleh mas Hendra yang sedang ribet dengan teman-teman saya yang panik karena baru pertama kali snorkling. Terumbu karang juga cukup berwarna walaupun tutupannya tidak terlalu banyak. Dari yang saya lihat lebih banyak tutupan karang mati dan beberapa terumbu karang baru yang mulai tumbuh.

Awak kapal mengajak kami naik untuk berpindah ke lokasi lain. Saya baru menyadari kesalahan saya hari itu. Hari itu saya menggunakan celana Bali yang longgar, bukannya menggunakan celana renang yang ketat. Walhasil... ketika sedang duduk ngobrol dengan Amel di buritan kapal, tiba-tiba... “krek”. Celana itu robek. Saya acuhkan karena hanya sedikit robek di bagian tengah. 
Ketika Celana Masih Baik-Baik Saja

Kami melanjutkan snorkling di lokasi kedua. Di sini ombak terasa sangat kencang. Tidak jauh berbeda dengan lokasi pertama, namun saya melihat ikan di lokasi ini agak sedikit, namun terumbu karangnya sedikit lebih berwarna. Dan salah satu awak mendokumentasikannya ketika saya memintanya. Maklum kan saya gak bisa free dive.  
Beberapa Biota di Dasar Perairan

Ketika snorkling, saya merasa celana saya semakin lama semakin lebar robeknya. Mungkin karena saya terlalu heboh berenang melawan arus. Saya biarkan dengan beberapa kali saya pegangi. Namun lama-kelamaan sepertinya kondisi celana ini sudah tidak bisa tertolong lagi karena dia sudah tidak berupa celana lagi namun hanya berupa kain robek bak gembel pinggir jalan. Saya pun melipir menghampiri Amel yang sedang mengintil mas XYZ, dan memberikan kode untuk melihat bawah, tidak lama kemudian tawanya pecah, girang bukan kepalang dia mengetahui kondisi saya. Dasar nih Amel. Saya langsung bertanya pada mas XYZ, “Mas, punya serep celana gak? Robek nih celana saya” yang disambut gelak tawa.

Beruntungnya saya, karena mas Hendra ketika berangkat memakai celana panjang, dan itu akhirnya dipinjamkan pada saya. Walaupun kancingnya lepas. Seperti bisa ditebak kemudian, saya menggunakan celana mas Hendra yang besar dengan kancing atas yang lepas, yaitu sering melorot. Gak papa lah dari pada pake celana compang-camping.

Kapal berhenti di Pulau Tabuhan dan saatnya mengeksplore pulau ini. Pulau Tabuhan luasnya hanya sekitar 5 ha. Ini merupakan pulau tak berpenghuni. Namun di sini terlihat banyak sekali sampah berserakan bekas dari para pengunjung. Beginilah orang Indonesia, tidak pandai menjaga lingkungannya. Sangat memalukan!

Kami sempat beristirahat sebentar karena Prima ternyata mabok. Dan dengan celana kedodoran plus kebasahan, saya dari posisi berdiri langsung duduk tiba-tiba terdengan suara kencang “breet..”, OMG itu suara udara dari celana saya, bukan kentut kok. Hancur harga diri saya di depan dua orang mas-mas ini. Ini pembunuhan karakter! Hahahahaa...

Sebenarnya pulau ini cukup cantik. Dengan hamparan pasir putih, view gunung, dan lautan yang mengelilingi. Namun seperti yang saya sebutkan sebelumnya, sampah akan membuatmu menjadi illfeel. Plis dong wisatawan, kedatanganmu itu bukan untuk merusak tapi menikmati keindahaan yang sudah diciptakan Tuhan dan menjaganya.
Tanaman Bulu Babi

Bekas Benteng Pertahanan Jepang

Pasir Putih yang Mengelilingi Pulau Tabuhan

View Gunung yang Terlihat dari Pulau Tabuhan (Entah Gunung Apa)
 
Kapal penjemput kami datang menghampiri dan kami melaju ke tempat selanjutnya yaitu Rumah Apung. Dalam perjalanan ombak yang kami lalui semakin besar. Karena saya, Amel dan Prima duduk di lambung kapal, kami terciprat air laut yang diterjang oleh kapal. Seperti menggunakan nano spray rasanya, tapi lama-kelamaan masuk mata dan perih. Saya mengambil sebuah botol minuman dan mengguyur muka untuk menetralisir rasa pedih di mata. Kemudian mas XYZ berucap “Mbak, bukannya itu isinya P*cari ya?” Jreng jreng jreng... pantes gak ada perubahan. Hancur gulung tikar bener harga diri saya.

Tiba di rumah apung, saya melihat siutuasi yang sangat crowded. Weleh... rame bener. Rumah apung ini semacam keramba yang terbuat dari bahan seperti fiber (atau memang fiber ya?). Terdapat 8 keramba di dalamnya 4 keramba di samping kiri rumah dan 4 keramba di samping kanan rumah. Rumah di sini bukan benar-benar rumah, hanya tempat-tempat peristirahatan untuk meletakkan barang bawaan.
Rumah-rumahan Tempat Meletakkan Barang Bawaan
 
Di dalam salah satu keramba diletakkan beberapa ekor anak hiu dan ikan-ikan hias. Kita bisa berenang di dalamnya bersama mereka. Namun ketika saya mendekati keramba itu, saya langsung berteriak karena salah satu pengunjung mengambil anak hiu dan mengeluarkannya dari air untuk ditunjukkan pada anaknya, si anak juga jerit-jerit ketakutan, si hiu sampai menggelepar-gelepar berontak. Pengen saya tepok jidatnya tuh orang. Kan kasian hiunya. Plis ya pak, itu bukan berani namanya, itu penyiksaan terhadap hewan. Kalau bapak merasa berani, sana berenang ke laut lepas cari emaknya hiu, trus pegang dan keluarkan dari air, trus tunjukkin sama anak bapak. Jadi emosi sendiri saya kalau inget perbuatan si bapak itu.
  
Baby Shark di Penangkaran Rumah Apung Bangsring
 
Menurut saya pribadi, sepertinya penangkaran hiu ini agak berlebihan. Kasian juga anak-anak hiu itu, mereka bisa stres, kalau stres nanti mati. Dan kalau memang mau dilanjutkan penangkaran hiu seperti itu, sepertinya keramba harus diperluas dan pengunjung harus diawasi agar tidak memegang apalagi mengeluarkan ikan dari air. Just suggest!

Saya sempat snorkling di sekitar keramba, pemandangan yang bagus hanya terlihat di sekitar keramba yaitu banyaknya ikan yang berkumpul. Sedangkan agak jauh sedikit dari keramba visibilitas air sangat keruh. Tidak bisa melihat dasar perairan dengan jelas. Lebih menarik di sekitar Pulau Tabuhan.
Kumpulan Ikan di Sekitar Keramba
Niken yang Dikelilingi Ikan di Sekitar Keramba
Air yang Sangat Keruh, Terumbu Tidak Terlihat Jelas
 
Waktu sudaj lewat tengah hari. Kami bergegas kembali ke Bangsring, mandi, makan dan pulang. Saya merasa sangat puas karena walaupun tidak benar-benar mendampingi teman-teman, setidaknya saya sudah mengenalkan laut dan secuil isinya pada mereka. Dan alhamdulillah Amel yang tadinya agak takut sama air (kayak embek aja), sudah bisa menikmati berenang dan snorkling di laut. See you on next trip gaes...

2 komentar:

  1. "Entah mengapa rasanya orang-orang sulit sekali dirayu"
    jare amel aku PHP
    lha piye ? pengene melok
    tapi apa daya ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oalaah... Ini to lek nya Amel yg PHP. Hahahhahaa...
      Amel sampe nangis pegangan tiang kayak film india lho.

      Hapus