Translate

Rabu, 14 Januari 2015

Jatim, I'm coming...

Bukan yang pertama kali saya mendapat tugas pekerjaan di Jawa Timur. Sering banget. Karena saya orang lokal dan dianggap akan lebih mudah untuk masuk dalam komunikasi masyarakat setempat. Hanya saja yang berbeda kali ini adalah saya dijadwalkan pergi berdua dengan Ike. Ting! Langsung muncul bohlam bersinar di otak saya. Saya gak akan melewatkan waktu sedikit pun untuk bermain sambil bekerja selama di lapangan (kebalik gak sih?) . Dan pastinya Ike mau diajak main juga. Hehehheee...

Saya dan Ike terbang ke Surabaya dengan pesawat pagi. Kondisi saya waktu itu sedang flu karena kecapekan baru satu hari pulang dari Berau, plus ditambahin ketularan mas Mahdan dan mas Emon yang terserang flu. Perjalanan ke Berau akan saya ceritakan berikutnya.

Sesampainya di Surabaya, flu saya makin parah. Ditambah dengan posisi saya duduk dekat dengan sayap pesawat, turun dari pesawat makin budeg kuping saya. Budeg itu berlangsung seharian. Saya dan Ike segera mencari penginapan di daerah dekat kampung Arab, Surabaya. Tiba di hotel saya langsung tepar. Dan rencana keliling muterin Surabaya, foto dengan patung Suro dan Boyo, dan aktivitas lain yang dijadwalkan siang hingga sore hari itu pun akhirnya GAGAL!

Kami menyewa mobil untuk pergi ke Tuban keesokan harinya yang diurus oleh mbak Ocha kakak pertama saya. Mobil berasal dari Gresik, karena malamnya kami berniat menginap di rumah mbak Ocha di daerah Cerme, Gresik. Driver mobil Avanza pun tetangga mbak Ocha yang bernama pak Yusuf. Pagi jam 5 pak Yusuf sudah menjemput di depan hotel. Tidak sendiri pak Yusuf datang bersama pak Yudi yang ternyata juga tetangga mbak Ocha dan orang asli Tuban.

Perjalanan dimulai dan seperti biasanya aktivitas yang dilakukan saya dan Ike selama di perjalanan hanya 3, pertama ngemil, kedua ngobrol heboh, ketiga tidur. Dua orang bapak itu sepertinya sudah mulai terbiasa dengan tingkah laku kami. Hehehheee...

Tujuan kami ke Tuban adalah untuk melakukan survei dan pengambilan data tepatnya di PPP Bulu. Dan ternyata letak PPP Bulu ini sangat jauh, hampir berbatasan dengan Jawa Tengah. Kami pun menyelesaikan pengambilan data dengan segera. Dan rejeki emang gak kemana, kami malah disuguhi makan siang di sana. Lumayan... kami jadi bisa berhemat lump sum kami untuk pergi maen.

Kami pun berpamitan dengan orang-orang di kantor. Setelah berdiskusi lokasi mana di Tuban yang bisa dikunjungi, akhirnya kami memutuskan pergi ke Goa Akbar, sholat Ashar dan Maghrib di Masjid Agung Tuban, lalu ke Klenteng Kwan Sing Bio. Di sini pak Yusuf dan pak Yudi memulai peran mereka sebagai pengasuh dua anak kecil. Saya dan Ike mah tinggal loncat sana-sini, minta foto, minta ini itu anu dan sebagainya.

Goa Akbar adalah salah satu dari goa-goa yang terdapat di Tuban. Goa Akbar terletak di dekat Pasar Baru. Tiket masuk goa ini hanya Rp 5.000,- per orang, cukup murah kan. Menuju mulut goa terdapat banyak relief yang mengisahkan asal-usul Tuban hingga cerita tentang Wali Songo. Konon, Tuban dahulu merupakan tempat berkumpulnya para Wali. Tuban sendiri dikisahkan awalnya merupakan daerah hutan yang akan dibuka oleh Raden Arya Dandang Wacana. Pada pada saat pembukaan lahan, daerah ini mengeluarkan sumber air atau dalam bahasa Jawa 'meTU BANyune', maka daerah ini dinamakan Tuban.
Pintu masuk Goa Akbar

Sedikit kisah tentang Sunan Kalijaga. Nama sebenarnya adalah Raden Sahid. Raden Sahid merupakan putra Tumenggung Wilatikta. Karena kebandelannya Raden Sahid berprofesi sebagai berandal. Yang menarik, Raden Sahid ini mirip dengan Robin Hood, hasil rampokannya diberikan pada rakyat yang tidak mampu. Entah Raden Sahid meniru Robin Hood atau Robin Hood meniru Raden Sahid. Wallahu alam. Orang tua Raden Sahid merasa geram hingga mengusirnya. Raden Sahid kabur dan bersembunyi di Goa Akbar. Di sini beliau bertemu Sunan Bonang dan akhirnya bertaubat dan berubah menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Sebagai ujian atas kesungguhannya Sunan Bonang memerintahkan Raden Sahid untuk menjaga tongkatnya di tepi sungai hingga beliau kembali. Ujian ini berhasil dilalui sehingga akhirnya Raden Sahid diangkat menjadi sunan dengan sebutan Sunan Kalijaga.
Relief kisah Sunan Kalijaga

Goa Akbar termasuk goa yang cukup luas, selain itu juga telah ditata sedemikian rupa dengan memberikan tracking yang sudah rapi untuk diikuti oleh para pengunjung. Goa ini terletak di bawah permukan tanah. Namun saya merasa aneh dengan lagu-lagu yang diputar dan dikumandangkan dalam goa, bukannya shalawatan atau lagu-lagu penyejuk hati, yang diputar malah lagu Iwan Fals yang teriak-teriak. Entah selalu lagu ini yang diputar atau tukang jaga goa lagi ngantuk.
Letak goa di bawah tanah
Foto dulu di dalam goa

Di dalam goa terdapat banyak stalaktit yg meneteskan air, selain itu juga terdapat perapian yang dipercaya sebagai tempat pertapa para wali. Ketika kami sampai di tengah goa ada aroma berbeda, sangat menyengat dan tidak sedap. Saya mendongakkan kepala dan wuoowww.... banyak sekali kelelawar di atasnya. Saya dan Ike segera kabur, daripada kejatuhan meises dari gerombolan kelelawar.
Gerombolan si kelelawar

Menuju pintu keluar ada bangku yang tertata agak melengkung dengan jumlah 8 buah. Konon katanya itu merupakan tempat duduk saat para wali sedang rapat. Saya pun bertanya, "Kenapa jumlahnya cuma 8? Kan walinya ada 9." Dan langsung dijawab oleh Pak Yudi "Karena Sunan Ampel memimpin dan berdiri di depan. Sunan Ampel adalah yang dituakan diantara para wali". Ooh... iya sih bisa jadi.
Konon, inilah kursi para Wali

Kami pun menuju ke tempat berikutnya. Masjid Agung Tuban, untuk sholat Ashar dan Maghrib. Masjid ini terletak di depan Alun-Alun Tuban. Berdasarkan beberapa referensi, Masjid Tuban dibangun pertama kali pada tahun 1894, dan merupakan karya arsitek kebangsaan Belanda. Namun pada tahun 1980 an masjid ini mengalami perombakan total dengan menyisakan sangat sedikit dari bangunan aslinya. Masjid Agung Tuban yang ada saat ini memiliki warna yang amat ceria. Kalo kata Ike masjidnya kayak permen, warna-warni.
Masjid Agung Tuban

Setelah selesai Magriban, kami pun menuju destinasi terakhir untuk hari itu, Klenteng Kwan Sing Bio. Untungnya ada Pak Yusuf dan Pak Yudi, jadilah beliau berdua yang meminta ijin pada security agar kami boleh masuk. Di bagian depan terdapat ruangan besar yang berisi lilin seukuran orang dan untuk masuk kesana harus melepas alas kaki, sepertinya itu ruang sembayang bagi umat Konghucu.
Bagian depan Klenteng Kwan Sing Bio

Kami pun berjalan ke arah belakang. Banyak sekali kami menemukan patung-patung tokoh Tiongkok pada jaman 3 Kerajaan. Jaman 3 Kerajaan adalah jaman yang paling sering difilmkan dan menjadi latar belakang sebuah cerita kolosal. Saya langsung mengenali beberapa patung, karena saya sangat suka cerita kolosal Tiongkok bahkan jika dibandingkan dengan kolosal Barat, menurut saya masih lebih hebat film kolosal Tiongkok. Film yang paling saya suka adalah Red Cliff. Baguusss... Lha kok malah ngobrolin film. Begitulah hari kedua kami berakhir di Tuban. Kami pun pulang menuju rumah mbak Ocha di Gresik.
 Patung-patung Tokoh Tiongkok

Keesokan harinya, setelah sarapan saya dan Ike sudah dijemput pak Yusuf di depan rumah mbak Ocha. Kami pun meluncur menuju Lamongan untuk melanjutkan pengambilan data yang dibutuhkan.

Siang hari setelah pengumpulan data selesai kami lakukan, saya Ike dan pak Yusuf langsung makan siang. Kami memilih makan seafood di sekitar pelabuhan. Agak mahal memang, tapi masakannya enak dan memuaskan.

Tujuan bermain hari itu adalah... Wisata Bahari Lamongan atau yang biasa disebut WBL. WBL memiliki berbagai macam wahana, walaupun tidak sebesar Dufan tapi menurut saya sudah cukup menarik. WBL terletak di daerah Tanjung Kodok. Nama Tanjung Kodok sendiri diambil dari sebuah legenda. Pada jaman dahulu kala ada seekor kodok yang mengeluarkan banyak telur dan diantaranya terdapat satu telur emas. Konon katanya bagi siapa saja yang dapat menyentuh telur emas ini akan terwujud apa yang menjadi cita-citanya. Kalo saya nemuin telur emas si Kodok, saya bakal bikin pameran dah, biar jadi pasif income. Di Tanjung ini juga terdapat sebuah batu yang bentuknya memang mirip kodok.
Pintu Masuk WBL

Harga tiket masuk WBL adalah Rp 55.000,- untuk weekday. Saya, Ike dan pak Yusuf pun berkeliling WBL. Kami bak tamu kehormatan yang menyewa WBL untuk pribadi, sepi sekali WBL waktu itu. Wajar sih, karena kami sampai disana sekitar jam 14.30 dan jam 16.30 taman bermain ditutup. Tapi hebatnya meskipun kami cuma masuk bertiga apapun permainan yang kami inginkan tetap dilayani. Selain sebagai wahana bermain di WBL juga terdapat wahana edukasi, beberapa yang sempat kami kunjungi adalah edukasi tentang kucing dan serangga. 

Awalnya kami memulai dengan main meriam tembak. Bising kali lah suaranya, padahal yg ditembakkan cuma peluru karet yang lembek. Sebenarnya saya ingin mencoba macam-macam wahana, tapi pak Yusuf dan Ike gak mau. Kan malu kalo minta maen kicir-kicir ato halilintar ato kora-kora ato tornado sendirian. Setelah agak lama berjalan, saya pun berhasil membujuk mereka berdua untuk naek mini roller coaster. Saya berdua dengan Ike, Ike di depan dan saya duduk di belakang. Pak Yusuf sendirian dengan moda berbeda di belakang kami. Tiap moda tidak terhubung dan berjalan sendiri-sendiri. Dan tidak sesuai dugaan, roller coaster mini ini lebih serem daripada yang biasa. Trek nya yang terjal dan belokan yang sangat menikung, belom lagi seperti patahan kalo lagi belok, seolah-olah kita akan terlempar. Saya sempat mikir sih, ini safety ato gak ya? Tapi saya tetap menikmati, sambil teriak-teriak heboh. Saya sempat mendengar Ike di depan berteriak serem. Sedangkan pak Yusuf di belakang kami terlihat sangat tenang. Begitu roller coaster berhenti Ike langsung heboh, katanya dia ketakutan. Yang membuat kami tertawa terbahak-bahak adalah pak Yusuf. "Haduuh... lemes! Dengulku mau copot nahan di atas tadi" Ucapnya didukung dengan wajah yang pucat pasi. Buahahhaaaaaa... Maap ya pak, kami ketawain. Abisnya muka bapak kocak sih.
Beberapa wahana tempat kami bermain

Mereka berdua kapok, dan gak mau lagi saya ajak ke wahana lainnya yang memacu adrenalin. Akhirnya kami malah maen berburu di atas mobil yang berjalan di rel, dilanjutkan maen bom bom car. Saya dan Ike juga sempat berfoto dengan view Batu Kodok.
Ini dia si Batu Kodok

Ketika berjalan mencari wahana lain, kami masuk ke lokasi dengan tulisan di depannya Taman Air. Dasarnya kami bertiga polos, gak mudeng itu tempat apa. Kami berjalan santai hingga sekitar setengah perjalanan, tiba tiba air muncrat dari berbagai arah. Saya, Ike dan pak Yusuf langsung berpencar mencari tempat persembunyian sambil tertawa terbahak-bahak. Gimana enggak, saya loncat ke belakang, Ike berhasil sembunyi di dalam lubang persembunyian, pak Yusuf yang mencoba mencari celah menghindar dan berusaha lari menerjang langsung dihujani air dari mana mana. Basah kuyup. "Jangkr*k" begitu gerutunya yang malah membuat saya dan Ike terpingkal-pingkal. Juara banget pak Yusuf bikin kami ketawa hari itu. Sepertinya abang yang bertugas baru sadar kalau kami ada di dalam wahana ketika sudah setengah perjalanan. Kami udah memohon sama abang-abangnya yang lagi tugas. "Ampun bang, kami gak bawa baju lagi." Abangnya malah cuek sok-sok ngasih tau arah jalan keluar yang ternyata malah memberondong kami dengan air muncrat dari berbagai arah. Basah lah kami semua. Dan flu saya makin parah akibat si abang. Gak papalah, yang penting bahagia.

Foto-foto muterin WBL

Kami juga menyempatkan berkunjung di lokasi yang di desain mirip di Indian.  Dan kami bermain tembak-tembakan bak cowboy di studio tertutup. Tidak lama kemudian sirene berbunyi yang menandakan bahwa taman bermain akan segera ditutup. Segera kami berkemas dan pulang kembali ke rumah mbak Ocha.

Keesokan paginya saya dan Ike melanjutkan untuk mengambil data di salah satu pelabuhan di Gresik. Kami  skalian berpamitan karena dari pelabuhan kami akan makan siang dan langsung menuju bandara Juanda di Sidoarjo. 
Mina Mart, terletak di KIG samping PT. KML
Toko Bu Muzanah dan berbagai produk olahan ikan

Kami memang tidak sempat berwisata di Gresik, tapi kalau mau mencari oleh-oleh khas Gresik kalian bisa berkunjung ke Mina mart yang menyediakan berbagai hasil olahan ikan atau ke Toko Muzanah yang memiliki produk andalan hasil olahan ikan bandeng mulai dari bandeng bakar, bandeng asap, bandeng presto, otak-otak bandeng dan berbagai olahan ikan lainnya tersedia di sini.
Disuruh lewat bawah, malah eksis

Malam hari, ketika panggilan boarding pesawat sudah diumumkam, penumpang dengan nomor kursi 1-20 dipersilakan lewat garbarata, sedangkan saya dan Ike yang duduk di kursi di atas nomer 20 diminta untuk turun dan menggunakan tangga melalui pintu belakang pesawat. Kami malah senang karena bisa foto-foto dengan pesawat. Hal yang gak mungkin saya lakukan kalau pergi bertugas sendirian. Lagipula ini pertama kalinya kami naik maskapai yang terhitung cukup baru ini. Bogor... I'm back.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar