Translate

Senin, 05 Januari 2015

Menikmati Kelincahan Lumba-Lumba di Teluk Kiluan, Lampung

Kemana kita? Mari menyeberang Selat Sunda, menginjakkan kaki di Pulau Sumatera. Saya dan Dina sudah cukup lama tidak bertemu Rika atau lebih sering dipanggil Riki (karena tingkah tomboy nya ketika jaman kuliah dulu). Kami pun merencanakan untuk berlibur di Lampung tepatnya di Teluk Kiluan untuk melihat lumba-lumba di alamnya secara langsung.

Saya dan Dina bergabung dengan peserta backpacker lain menuju Lampung. Kami berangkat dari Jakarta sekitar jam 9 malam, menggunakan bis menuju Merak dilanjutkan naik kapal fery ke Lampung. Sesampainya di Pelabuhan Bakauheni, sudah ada dua mobil yang menjemput untuk mengantar kami ke tujuan. Riki sendiri memang bertempat tinggal di Lampung, yaitu di daerah Bandarjaya, sekitar satu jam dari Bandar Lampung. Riki mulai bergabung dengan kami di daerah sekitar Lapangan Saburai, Bandar Lampung. Dan kami sengaja berhenti disini untuk sarapan pagi.

Kiluan sendiri masuk dalam administrasi Kabupaten Tanggamus. Perjalanan dari Bandar Lampung menuju Kiluan adalah sekitar 3-4 jam dengan menyusuri pantai selatan Lampung. Dalam perjalanan menuju Kiluan, kami mampir sebentar di Pantai Klara. Hhmmm... Kalau menurut saya pantainya sih biasa saja. Hanya pantai dengan beberapa saung di pinggirannya.

Pemandangan di Pantai Klara


Dan kami melanjutkan perjalanan menuju Kiluan. Mobil berhenti. Ternyata sinyal hape pun terhenti. Yup... apapun providermu, alhamdulillah mati semua begitu memasuki kawasan ini. Selamat datang di Kiluan... kembalilah dalam kehidupan tanpa hape dan bercengkramalah lebih baik dengan teman dan alam.
Gapura Selamat Datang di Kiluan


Dari gapura selamat datang, ternyata kami masih harus menuruni bukit-bukit, ladang dan lapangan sebelum akhirnya sampai di salah satu pinggir pantai. Perjalanan ini pun belum berakhir. Karena kami akan menginap di Pulau Kelapa, sehingga kami masih harus naik perahu untuk menyeberangi laut.
Selamat datang di Pulau Kelapa

Ketua rombongan kali ini yaitu Erwin, menyediakan pondok dan kemah yang dipinjam dari "Pondok Anak Abah". Terserah peserta ingin tidur dimana. Tentu saja sebagian besar ingin tidur berkemah di pantai ditemani suara ombak di malam hari.
Kemah yang didirikan di tepi pantai
Bersantai siang di bawah rimbunnya pohon
Alhamdulillah ayunannya gak patah

Sore harinya kami snorkling di sekitar pantai. Sayangnya pemandangan di perairan ini tidak terlalu indah. Lebih banyak tutupan dari terumbu karang mati dan ikan-ikannya juga kurang bervariasi. Dari kabar yang saya dengar, nelayan disini masih menggunakan bom untuk menangkap ikan. Nah,inilah pasti penyebabnya. Dear pak nelayan... perbaikilah kelakuanmu, kita sesama insan perikanan sangat menyayangkan hal ini. Laut ini juga adalah sumber penghasilanmu, bagaimana mungkin kau merusaknya hanya untuk mendapatkan uang dalam sekejap namun kehilangannya dalam jangka waktu lama.
 Snorkling di sekitar pantai
Karang mati, bintang laut dan ikan berenang yang jarang terlihat

Setelah mandi sore, pemilik pondok sudah menyiapkan beberapa ikan hasil tangkapan dan lobster untuk dibakar. Yeeaaayyyy.... barbeque nite! Ikan-ikan segar yang dibakar ditambah sambal dengan suasana pantai, pastinya jos gandos endang bambang. Kami pun berebut mencoba semua jenis ikan, sambel pun tandas hingga piring sambelnya pun bersih kinclong. Sayangnya karena heboh makan, kami lupa tidak mendokumentasikan saat makan malam ini.

Keesokan paginya, kami sudah siap untuk mencoba menemukan lumba-lumba di alamnya. Dengan menggunakan jukung yang berisi 4 orang termasuk sang nahkoda kami melaju menuju laut lepas. Dari pengalaman beberapa orang yang pernah datang ke Teluk Kiluan, melihat lumba-lumba di alamnya adalah kesempatan yang tidak diperoleh semua orang, karena ada suatu waktu dimana lumba-lumba tidak muncul, sehingga para wisatawan pulang tanpa hasil melihat si cantik nan menawan ini.

Teluk Kiluan di pagi hari

Kami sudah sampai di tengah laut ketika tiba-tiba ada sesosok makhluk yang menabrak perahu kami. Lumba-lumba! Kami senang bukan kepalang. Dari kejauhan juga terlihat banyak lumba-lumba yang mulai melompat-lompat dalam kelompok kecil. Ya, lumba-lumba adalah hewan yang hidup berkelompok, mereka akan mencari makan bersama, dan mengasuh anak juga bersama. Kelompok ini akan memperkecil kemungkinan mereka untuk tersesat akibat salah menerima sonar yang diterima dari hasil mengeluarkan suara ultrasoniknya. Berdasarkan KBBI, definisi sonar adalah : 1 peranti untuk mengamati (mendeteksi, menyidik) keberadaan dan lokasi benda di bawah permukaan laut dng menggunakan gelombang suara yg dikirim dr peranti itu dan dipantulkan kembali oleh benda (objek) yg diamati; 2 alat yg menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk menemukan benda dan menentukan letaknya di bawah permukaan air.
 Si cantik yang sedang bermain di alamnya

Kami sangat beruntung walaupun tidak banyak momen tepat yang terdokumentasi dalam kamera, tapi semua momen lumba-lumba bermain dengan kelincahannya di alam liar sudah kami rekam dalam hati dan ingatan kami. Beautiful!

Matahari sudah semakin naik, ombak pun semakin tinggi. Perahu kami satu persatu pulang kembali ke homestay. Hidangan sarapan sudah menunggu di bawah pohon, di pinggir pantai. Walaupun hanya telur, tempe, sambal dan sayur, tapi dinikmati dengan pemandangan pantai semua ini terasa amat sangat lezat.

Seorang guide menawarkan pada kami untuk mengunjungi laguna yang terletak agak jauh tapi tempatnya sangat indah. Karena penasaran kami pun mencoba mengikutinya. Ternyata jalan menuju laguna ini sangat fantastis. Kami harus berjalan naik turun perkebunan penduduk, sebelum akhirnya sampai di sebuah pantai. Tidak berhenti sampai disitu, kami harus melewati tebing-tebing pantai dan bahkan salah satu jalannya hanyalah batang pohon yang diikatkan pada pohon dan tebing agar menjadi jalan yang bisa dilewati oleh wisatawan.

Salah satu tebing yang harus kami lewati untuk menuju laguna

Tapi semua perjalanan itu terbayar saat kami memandang dari kejauhan laguna yang bersih, indah dan memiliki biota-biota kecil yang sedang bermain. Mungkin ada yang bertanya apakah itu laguna? Laguna adalah daerah laut yang terperangkap sehingga terbentuk seperti danau. Laguna di sini sudah memiliki terumbu karang yang mulai tumbuh dengan cerianya. Semoga semua pengunjung dan penduduk sekitar dapat menjaga agar laguna ini tetap terjaga keindahannya. Teman-teman saya mulai nyemplung ke dalam laguna. Sayangnya saya sudah mandi, dan baju yang saya gunakan adalah baju terakhir, sehingga saya tidak bisa ikut mandi bersama mereka. Tapi tak apalah, saya berfoto-foto saja menikmati keindahan laguna ini
 Terumbu yang mulai tumbuh di dalam laguna
 Deburan ombak yang dipecahkan batu karang
 Antara keong, laguna dan awan
Hello laguna..!

Waktu sudah semakin siang, kami harus segera berkemas untuk segera pulang. Namun saya dan Dina memutuskan untuk extend di Lampung karena ingin mengunjungi orang tua Riki dan sekedar menginap satu malam di sana.

Keesokan harinya karena tidak sempat berfoto di Menara Siger, saya dan Dina diantar oleh Riki untuk berfoto di Patung Siger dan Patung Pengantin yang terletak di daerah Gunung Sugih. Walaupun tidak ada siger wanita (mahkota yang dikenakan oleh pengantin dan telah menjadi ikon Provinsi Lampung), yang penting kami berfoto dengan patung siger pria, patung pengantin pria dan wanita Lampung serta di air mancur yang berhiaskan tangan pengantin perempuan. Ini adalah salah satu bentuk menghibur diri. Hehhheee...
 Patung tanggai
Patung pengantin Lampung
Patung siger pria

Kami pun bertolak menuju Rajabasa untuk segera kembali ke Jakarta. Tak disangka dan tak diduga, saya kecopetan dompet ketika berada di angkot. Rajabasa... saya baru tau keahlian kalian ternyata luar biasa. Padahal dompet itu letaknya di tas bagian depan dan saya merasa bahwa tas itu saya peluk sepanjang perjalanan. Di dompet eiger itu hanya tersisa uang Rp 100.000,- karena semua uang sudah saya kantongi di dalam celana. Namun semua surat berharga dari KTP, SIM, STNK, semua ATM, dan beberapa surat penting ada di dalamnya. Saya pun hanya bisa bengong, tanpa kata... pasrah. Dan kami menuju PolSek Rajabasa untuk meminta surat keterangan karena kondisinya "Saya adalah manusia tanpa Identitas". Bisa jadi judul sinetron ini mah.

Saya termasuk orang yang beruntung, karena selang beberapa hari berikutnya ada orang yang menemukan surat-surat berharga di dompet saya yang ternyata adalah kakak tingkat dari perguruan tinggi yang sama dengan saya. Terima kasih mbak Rizki. Yang diambil oleh si pencopet adalah uang dan dompetnya, sedangkan surat berharga dimasukkan jadi satu di dalam STNK dan dibuang di tempat sampah. Kadang saat bersenang-senang kita melupakan segalanya. Selalu berhati-hatilah karena ternyata banyak orang sedang memperhatikan tingkah laku kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar