Translate

Kamis, 01 Januari 2015

Antara Tangkuban Parahu dan Ciwidey

Di sela-sela libur, saya bersama beberapa orang teman ingin menjelajahi daerah yang dekat-dekat saja, area Jawa Barat lah ya... Kami pun memutuskan pergi mengunjungi Gunung Tangkuban Parahu dan mengarah ke selatan menuju Ciwidey-Bandung. Beginilah kisahnya...

Gunung Tangkuban Parahu terletak di antara Kabupaten Subang dan Bandung. Lokasi ini berjarak sekitar 20 km dari Kota Bandung. Perjalanan yang cukup mengasyikkan karena tanpa macet dan udara yang sejuk. Berdasarkan legenda yang beredar, kisah Tangkuban Perahu berawal dari Sangkuriang yang mengusir anjing kesayangannya yang biasa menemaninya berburu. Ternyata anjing itu adalah bapaknya yang merupakan titisan dewa. Ibunya yaitu Dayang Sumbi, marah mengetahui kelakuan Sangkuriang, dia memukul kepala Sangkuriang menggunakan centong nasi sehingga meninggalkan bekas luka dan mengusirnya. Sayangnya jaman itu belum ada Komisi Perlindungan Anak, jadi Sangkuriang tidak bisa melaporkan hal ini ke Kak Seto deh.

Bertahun-tahun kemudian Sangkuriang yang pengembara ingin pulang ke kampung halamannya. Disana ia bertemu seorang wanita cantik yang ternyata adalah Dayang Sumbi. Entah mengapa Dayang Sumbi masih terlihat cantik, sepertinya dia menggunakan susuk, karena jaman dulu belum ada operasi plastik seperti di Korea. Sangkuriang yang terpikat oleh ibunya sendiri lalu mengajaknya untuk menikah. Awalnya Dayang Sumbi menyetujui karena tidak mengetahui bahwa Sangkuriang adalah anaknya, mungkin Sangkuriang memalsukan KTP nya. Namun menjelang hari pernikahan, Dayang Sumbi melihat bekas luka centong di kepala Sangkuriang dan setelah meng-cross check ternyata benar bahwa Sangkuriang adalah anaknya. Dayang Sumbi pun memberikan syarat agar pernikahan mereka dapat tetap dilangsungkan yaitu Sangkuriang harus membuat perahu dan membendung sungai menjadi danau dalam satu malam. Sangkuriang yang konon kabarnya sakti dan memiliki banyak teman dari golongan mahkluk halus menyanggupinya.

Dayang Sumbi yang tidak mau terjadi perkawinan inces pun melakukan segala cara untuk menggagalkan usaha Sangkuriang. Dayang Sumbi dengan dibantu penduduk sekitar mengibarkan kain merah di timur agar terlihat seperti fajar sudah menjelang. Sangkuriang yang merasa gagal menjadi kesal dan akhirnya menendang perahu yang belum selesai dibuatnya sehingga perahu tersebut terpental dan telungkup. Dalam bahasa sunda, telungkup disebut Tangkuban sehingga sampai sekarang daerah ini dikenal dengan nama Tangkuban Parahu. 

Dari legenda ini, kita dapat menarik beberapa pelajaran, diantaranya : 1) kalau mau menikah pilihlah orang yang tepat jangan sama anjing atau orang yang tidak jelas asal-usulnya nanti repot di belakang; 2) jangan sok muda deh... bertambah tua itu hukum alam, ntar kayak Dayang Sumbi kan susah sendiri; 3) jangan berteman dari golongan makhluk halus itu adalah perbuatan syirik; 4) kita harus sportif kalau melakukan sesuatu, jangan bertindak seperti Dayang Sumbi yang mencurangi Sangkuriang, itu tidak baik. Itulah kesimpulan saya yang sangat tidak penting dalam "Legenda Tangkuban Parahu". Anda juga dapat menyaksikan cerita ini, karena pernah difilmkan, dengan Suzana memerankan sebagai Dayang Sumbi.
 Eksis dulu

Tangkuban parahu terakhir meletus pada tahun 1910 dan memiliki 9 kawah yang masih aktif hingga sekarang. Banyaknya erupsi yang terjadi dalam 1,5 abad terakhirlah yang menyebabkan banyaknya kawah - kawah pada gunung Tangkuban Perahu. Kawah-kawah tersebut adalah Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jurian, Siluman dan Pangguyungan Badak. Di antara kawah-kawah tersebut, Kawah Ratu merupakan kawah yang terbesar, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan dengan kawah Ratu. Beberapa kawah mengeluarkan bau asap belerang, bahkan ada kawah yang dilarang untuk dituruni, karena bau asapnya mengandung racun (dikopi dari warung http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/516-g-tangkuban-parahu).

Saya dan teman saya pun menyusuri jalanan setapak untuk melihat-lihat kawah di sekitar gunung ini. Tak lupa kami pun numpang makan dan numpang sholat di area sekitar Tangkuban Perahu. Udaranya yang dingin-dingin asoy membuat saya ingin menarik selimut, sayangnya tidak ada selimut di sekitar saya, "selimut tetangga" pun tak ada.
 Antara Badan Gendut dan Kabut dari Kawah Ratu (kalau tidak salah ingat)

Perjalanan selanjutnya adalah Ciwidey yang terletak di selatan Bandung. Di Ciwidey sendiri ada beberapa tempat wisata seperti Situ Patenggang, Kawah Putih, Air Panas Cimanggu, Air Panas Ciwalini dan Ranca Upas. Pada perjalanan ini saya beserta gerombolan si berat hanya mengunjungi Situ Patenggang dan Kawah Putih.

Situ Petanggang adalah nama dari sebuah danau di kawasan Ciwidey yang memiliki pulau di tengahnya. Situ Patenggang ini juga memiliki kisah loh. Begini ceritanya. Ada pangeran dan putri yang saling mencintai, namun terpisah ruang dan waktu #eaaa. Karena begitu dalam cintanya, mereka pun saling mencari dan akhirnya bertemu di Batu Cinta. Sang Putri pun minta dibuatkan perahu dan danau untuk berlayar. Perahu ini kemudian menjadi pulau yang terletak di tengah Situ Patenggang, sedangkan Batu Cinta terdapat di dalam pulau ini. Yang agak saya kurang paham dari kisah Tangkuban Parahu dan Situ Patenggang adalah, apakah semua perempuan Bandung itu selalu minta mahar berupa Perahu dan Danau? Mahal juga sih ya mau kawin ama si eneng.
 
Kisah Situ Petenggang

Kalo pada tau film "Heart" itu salah satu adegan syutingnya di dieu loh. Penting gak sih? Ya anggap aja penting, biar saya seneng. Oiya satu lagi, ada kabar burung beredar kalo kamu dan pasangan menuliskan nama di Batu Cinta maka kisah kalian akan abadi sepeti kisah si pangeran dan putri itu. Tapi santai saja, kalian gak harus percaya atau melakukannya, karena itu hanya kabar burung, dan kita tidak pernah tau itu burung siapa.
Pulau Asmara di Tengah Situ Patenggang
 
Diantara pepohonan tersimpan suatu pose ajaib


Kami pun melaju ke tempat berikutnya yaitu Kawah Putih. Kawah Putih letaknya tidak terlalu jauh dari Situ Patenggang. 


 Foto Bersama Formasi Lengkap (minta tolong mas2 cakep yang lewat)

Di pintu masuk, sebelum tangga menuju Kawah Putih ada bapak-bapak yang bermain kecapi. Macam pengamen penghibur gitu, tapi terkesan sangat bagus dan cocok dengan suasana musik Sunda yang menemani para pengunjung. Good job, pak! Mari lestarikan orang-orang seperti bapak ini yang masih mau mempertahankan budaya daerah.
  Pose Menggoda Bersama Bapak Pemetik Kecapi

Konon ceritanya Kawah Putih menyimpan kisah mistis (diambil dari beberapa sumber). Katanya tidak ada burung yang lewat di atas kawah ini karena mereka akan segera mati. Kalau perkiraan saya sih mungkin ada partikel sulfur/belerang/SO4 (biar kliatan agak sok pinter) yang sangat pekat, itu pula sebabnya kita tidak boleh berada di kawasan kawah lebih dari 15 menit karena akan mengganggu sistem pernapasan. Kalo burung yang punya insting mah udah tau kali dan gak mau lewat sana, kecuali dia sedang mengejar kekasihnya yang lagi ngambek. Apa sih... 


 Kawah Putih yang Menawan

Peringatan Pemerintah

Selain itu ada pula kisah masyarakat Gunung Patuha, yaitu Gunung asal dari Kawah Putih, bahwa di atas kawah ini berdiri kerajaan mahluk halus yang  menjaga tanah Sunda. Wallahu alam. Tapi bukankah makhluk halus memang ada di sekitar kita, di bumi yang sama dengan kita? Tumben agak bener! 
Abang mau eneng Evakuasi gak? Evakuasi ke hatiku...


Dari perjalanan kali ini saya menyimpulkan bahwa Bandung memiliki banyak lautan kawah, sehingga tidak seharusnya hanya terkenal sebagai "Bandung Lautan Asmara". Astaga... jadul kali lah awak ni. Berapa lah usianya...

Dalam perjalanan pulang kami pun mampir untuk sekedar berpose di Perkebunan Teh Rancabali. Perkebunan teh ini terletak sekitar 1600 dpl. Itu sebabnya udara disini dingin dan sangat menyegarkan. Tak lupa kami membeli strawberry dan bahkan menghabisi si abang penjual siomay di pinggir jalan, maksudnya dagangannya kami beli habis. Cuaca dingin memang sangat cocok untuk makan.

 Ditemukan sesosok makhluk berbaju kuning
Perkebunan Teh Rancabali

Keesokan paginya sebelum pulang kembali ke Bogor kami menyempatkan diri untuk mampir di Museum Konferensi Asia Afrika, untuk belajar dan mengenang sejarah. Museum ini merupakan memorabilia Konferensi Asia Afrika. Museum ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gedung Merdeka. Secara keseluruhan Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang berada di samping Gedung Merdeka adalah Museum Konferensi Asia Afrika sebagai tempat memorabilia Konferensi Asia Afrika.Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24 April 1955 yang mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini melahirkan Dasa Sila Bandung yang kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia dalam perjuangan memperoleh kemerdekaannya dan yang kemudian menjadi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia (dikopi dari warung http://www.bandungtourism.com/tododet.php?q=Museum%20Konferensi%20Asia%20Afrika).

Lokasi museum ini adalah di Kota Tua nya Bandung, tepatnya di Jl. Asia-Afrika no.65. Sayangnya karena kami tiba saat jam 12 siang, abang penjaga museum sedang beristirahat. Kami ketok pintu pun, si abang tidak mau membukanya untuk kami. Seolah sedang ngambek karena kami datang tidak membawa besek. 
Assalamualaikum, bang. Bukain pintu dong...
 Abang tak mau diajak ngobrol, neng cuma bisa curhat ama taneman
 Meskipun gak bisa masuk yang penting foto di plang nama
Entahlah ini gaya apa

Begitulah akhirnya... Karena si abang tak kunjung membukakan pintu dan kami juga berkejar dengan waktu agar tidak terjebak macet, kami pun hanya bisa berfoto di luar gedung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar