Saat mengikuti
sebuah workshop pada suatu pekerjaan, salah satu dosen saya, pak Iin, menawari
untuk mengikuti survei di Batam. Tidak perlu berpikir panjang, saya pun
langsung meng’iya’kan. Rencananya sih saya ingin mampir ke Singapore karena
belum pernah sekalipun saya ke luar negeri meskipun sudah memiliki paspor 1
taun lebih. Penyebabnya waktu itu acara jalan-jalan ke Malaysia dibatalkan
karena satu dan lain hal, akhirnya nganggur deh tuh paspor. Hahahhaa... norak
deh!
***
Saya beserta rombongan
tim yang berjumlah 5 orang pergi menuju Bandara Hang Nadim, Batam. Yang berbeda
pada pekerjaan kali ini adalah banyaknya perempuan dalam tim yang berjumlah 3
orang, yaitu saya, Sylvia dan Rinrin. Sedangkan dosen senior yang ikut adalah
pak Heru dan pak Yani. Satu orang lagi anggota tim sudah berada di Batam untuk
menyelesaikan administrasi dan perijinan di lapangan. Dan seperti biasa saya
lupa namanya, ketika saya tanya Rinrin nama mas itu siapa, dia juga lupa dan malah
bilang, “Sebut saja ‘Mawar’ kak”. Oke, kita sebut saja mas itu ‘Mawar’ ya.Penerbangan dari Soekarno-Hatta menuju Hang Nadim, Batam ditempuh dalam waktu hampir 2 jam. Ketika akan mendarat, terlihat banyak sekali pulau-pulau kecil, indah sekali terlihat dari ketinggian. Pantaslah jika propinsi ini memiliki sebutan Kepulauan Riau. Setelah mobil penjemput datang kami pun mencari penginapan di daerah Batam Center.
***
Tujuan survei kali ini adalah sebuah kelurahan bernama Tembesi, di Kecamatan Sagulung, Batam. Kelurahan Tembesi terletak di Sebelah Timur Kota Batam dengan letak geografis antara 0o55’-1o55’ Lintang Utara dan 103o45’-104o10’ Bujur Timur. Luas Kelurahan Tembesi adalah 38.087 km2 terdiri dari 30.335 km2 daratan dan 7.752 km2 lautan.
Foto Keluarga Setelah
Diskusi dengan Penduduk
Kebetulan saya berkonsentrasi untuk bidang perikanan. Kelurahan Tembesi memiliki daerah pesisir dengan daerah penangkapan di sekitar Pulau Lance. Kondisi nelayan sekarang semakin tergusur dengan adanya pembangunan besar-besaran di Batam. Saat ini kegiatan perikanan tangkap lebih diarahkan ke budidaya, utamanya Keramba Jaring Apung (KJA) dengan komoditas utama kerapu, kakap dan bawal.
Ada 4 lokasi yang saya datangi saat itu yang pertama adalah Panaran. Lokasi ini menurut saya sangat menyedihkan. Tanah urukan untuk pembangunan perumahan di Batam banyak yang dibuang di sekitar mangrove daerah ini. Tentu saja menyebabkan pendangkalan dan tidak menguntungkan para nelayan, mereka harus melabuhkan kapal jauh sekali. Selain itu sumberdaya alam juga ikut rusak akibat terganggunya ekosistem mangrove.
Timbunan Tanah dari Urukan
Perumahan
Saya juga mengunjungi 3 dari 32 kampung tua yang terdapat di Batam. Yang
dimaksud kampung tua adalah lokasi yang sudah ditinggali turun temurun, umumnya
oleh suku Melayu, namun saat ini kondisinya sudah semakin tergusur ke pinggiran. Lokasi kunjungan kedua adalah Kampung Tua Tanjung Gundap. Lokasi ini tidak kalah menyedihkan, kondisi Kampung Tua Tanjung Gundap yang terdapat di Kelurahan
Tembesi ini tidak memiliki jaringan listrik. Mereka menggunakan genset bersama untuk satu
kampung. Listrik akan menyala dari jam 6 sore hingga jam 11 malam, dan mereka
harus membayar biaya genset ini antara Rp 8.000 – Rp 12.000 per hari. Wow
sekali kan!
Bersama Keluarga Besar Nelayan Tanjung Gundap
Walaupun hidup
dalam keterbatasan, warga di daerah ini tetap melakukan aktivitas seperti
biasa. Mereka tidak ingin meninggalkan lokasi ini karena sudah ditinggali
secara turun temurun. Di Tanjung Gundap selain terdapat Kelompok Usaha Bersama
Nelayan, istri nelayan juga memiliki perkumpulan sebagai pengolah hasil
perikanan. Hasil perikanan yang dihasilkan diantaranya berupa kerupuk ikan,
masakan terutama ikan bakar dan olahan seperti baso, nugget dan sebagainya
namun harus dipesan terlebih dahulu, ada juga kerajinan yang menarik dari
cangkang keong yang dibuat menjadi hiasan berbentuk bunga.
Cangkang Kerang yang Disulap menjadi Bunga Hiasan
Saya juga
berkunjung ke Kampung Tua Tiang Wangkang. Unggulan dari daerah ini adalah rumah
makan yang berbentuk kelong. Kelong adalah nama sebuah alat tangkap yang
fungsinya untuk memerangkap ikan. Di rumah makan ini ikan-ikan masih dalam
kondisi hidup dan dimasukkan dalam jaring dan diletakkan di dalam air laut
untuk menjaganya tetap segar. Ketika ada pengunjung yang memesan, barulah
ikan-ikan ini dimasak. Dari rumah makan ini terlihat pemandangan berupa jembatan 1 Barelang. Oiya, budidaya di daerah ini merupakan yang paling menonjol
dibandingkan 3 lokasi lain.
Rumah Makan Kelong di Kampung Tua Tiang Wangkang
Terakhir saya
mengunjungi Kampung Tua Pulau Lance. Pulau Lance merupakan
satu-satunya pulau kecil yang ikut dalam administrasi Kelurahan Tembesi dengan
ukuran sekitar 3 ha. Penduduk di Pulau Lance sebagian besar adalah nelayan
penuh. Yang dimaksud nelayan penuh adalah penduduk yang pekerjaan utamanya
adalah sebagai nelayan, tidak mencari pekerjaan lain sebagai sambilan. Nelayan
di Pulau Lance 80% adalah penyelam gonggong. Ada yang gak tau gonggong itu apa?
Bukan “guk...guk..guk...” ya! Gonggong adalah nama jenis keong laut, rasanya
enak sekali.
Suasana di Pulau Lance
***
Wisata di Sela-Sela Padatnya Kegiatan
Ketika berkunjung ke Batam, tidak banyak lokasi yang dapat saya kunjungi karena begitu padatnya jadwal saat itu. Saya hanya sempat mengunjungi Pantai Coastarina, Bukit Senyum, Jembatan Barelang, Masjid Raya Batam, Dataran Engku Putri, Pulau Galang, dan wisata belanja yang mungkin sangat menarik bagi sebagian orang, namun sama sekali tidak untuk saya. Untuk Bukit Senyum tidak saya ceritakan lebih lanjut karena dari atas bukit ini hanya terlihat gemerlap Singapore dan padatnya lalu lintas udara di atasnya, wisata belanja juga tidak akan saya ceritakan lebih lanjut.
Pantai Coastarina
Pantai Coastarina terletak di Batam Center, tidak jauh dari lokasi kami menginap. Kami menyempatkan diri mampir di pantai ini seusai melakukan diskusi dengan penduduk Tembesi setempat. Pantai Coastarina ini merupakan kawasan wisata dan pemukiman terpadu yang pada tahun 2009 diresmikan oleh Presiden SBY. Lokasi ini dibangun sedemikian megah. Dan sepertinya sering dilakukan kegiatan hiburan seperti konser dan sebagainya di pantai ini.
Pantai Coastarina
Di Pantai Coastarina terdapat sebuah bianglala yang besar. Sayangnya tidak tau kapan dia beroperasi. Pantai ini juga dilengkapi dengan taman bermain, sebagian arena bermain dapat digunakan, sebagian lainnya terdapat di dalam lokasi yang dikelilingi pagar dan digembok. Selain itu dari pantai ini dapat terlihat tulisan “Welcome to Batam” yang terdapat di dekat Masjid Raya.
Daripada Bengong Bingung Ngapain, Narsis Ajalah
Dataran Engku Putri
Pagi-pagi
sekali setelah bangun tidur dan sebelum berkutat dengan masalah pekerjaan,
saya, Rinrin dan Sylvia berjalan-jalan di sekitar penginapan sekaligus olahraga
santai. Kami pun memasuki Dataran Engku Putri. Dataran Engku Putri adalah
sebuah lokasi yang dibangun untuk menyambut MTQ Nasional Juni 2014 silam. Letaknya
adalah di tengah dari Batam Center, sehingga dikelilingi oleh Masjid Raya, Kantor
Otorita Batam, Pelabuhan Fery, Kantor Walikota, Kantor DPRD, juga terdapat
sebuah hotel ternama di dekatnya.
Untuk memasuki lokasi ini kita akan melewati security yang menjaganya. Terdapat 3 gerbang untuk dapat memasuki Dataran Engku Putri ini, kebetulan kami masuk dari gerbang Selatan. Gerbang Dataran Engku Putri ini dibangun dengan menyerupai Gerbang Masjid Nabawi, terlihat sangat megah. Dan di dalamnya terdapat lapangan yang sangat luas, cocok digunakan untuk olahraga pagi, maupun sekedar jalan-jalan malam. Selain itu juga terdapat beberapa peralatan olah raga ringan yang dapat digunakan para pengunjung.
Olahraga Pagi
Masjid Raya Batam
Masjid Raya Batam terletak di pusat kota Batam Center, sehingga sangat mudah untuk menemukannya. Dari Masjid ini dapat terlihat perkantoran yang terletak di sekitarnya dan juga tulisan “Welcome to Batam” dari Bukit Clara terlihat sangat jelas dari masjid ini.
Masjid Raya Batam dan Lokasi Sekitarnya
Tidak seperti
masjid lain yang berbentuk kubah, Masjid Raya Batam berbentuk limas segi empat.
Bentuk ini untuk menggambarkan hubungan yang terkonsentrasi di satu titik
vertikal antara manusia dengan Tuhannya (habluminallah). Saat malam tiba,
gemerlap dari masjid ini terlihat sangat indah.
Gemerlap Masjid Raya Batam di Malam Hari
Jembatan Barelang
Sepertinya wisatawan Batam punya kewajiban untuk mengunjungi lokasi yang satu ini. Sore itu sepulang saya dan Rinrin mengambil data di lapangan dan dikawal oleh mas Mawar, kami menyempatkan diri untuk mampir di Jembatan 1 Barelang. Pantai di dekat Jembatan 1 Barelang ini bernama Pantai Dendang Melayu. Pada lokasi ini terdapat beberapa banner yang berisi pantun dan gurindam, khas Suku Melayu.
Banner Pantun dan Sunset di Dendang Melayu
Sayang Cek Ayu Pergi Berjalan
Membeli Lukah Rumah Cek Aman
Dendang Melayu Jadi Tumpuan
Di Waktu Petang Indah dan Nyaman
Tanam Selasih Buat Hiasan
Selasih Disiram Tak Akan Layu
Terima Kasih Kami Ucapkan
Telah Berkunjung di Dendang Melayu
Kayu Balau Kayu Meranti
Tiga dengan si Kayu Jati
Gundah dan Gulana di Dalam Hati
Dendang Melayu jadi Penghibur Hati
- Jembatan Tengku Fisabilillah (jembatan I) adalah jembatan terbesar dan terpanjang yang menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Tonton. Bentuk jembatan 1 ini dibangun menyerupai Golden Gate di San Fransisco, USA. Pemandangan dari atas jembatan ini terlihat sangat indah berhiaskan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
- Jembatan Nara Singa (jembatan II) merupakan jembatan yang menghubungkan Pulau Tonton dan Pulau Nipah.
- Jembatan Raja Ali Haji (jembatan III) menghubungkan Pulau Nipah dan Pulau Setoko.
- Jembatan Sultan Zainal Abidin (jembatan IV) merupakan jembatan yang menghubugkan Pulau Setoko dan Pulau Rempang.
- Jembatan Tuanku Tambusai (jembatan V) menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Galang. Pulau Galang memiliki sejarah tersendiri mengenai Vietnam Camp sehingga menjadi salah satu lokasi wisata, dan akan saya ceritakan berikutnya. Jembatan ini adalah jembatan terakhir yang saya lalui.
- Jembatan Raja Kecik (jembatan VI) adalah jembatan yang menghubungkan Pulau Galang dengan Pulau Galang Baru. Jembatan ini merupakan yang terpendek diantara lainnya. Karena jauhnya, jarang orang yang berkunjung sampai Jembatan 6 ini.
Biasanya wisatawan berfoto hanya di Jembatan 1 karena merupakan jembatan yang paling besar, paling menarik dan terdapat tulisannya. Jembatan ini merupakan ikon di Kota Batam, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Batam untuk pertama kali hukumnya wajib untuk mengunjungi Jembatan Barelang ini.
Sejarah Pulau Galang dan Vietnam Camp
Pada
hari terakhir sebelum kembali ke Jakarta, kami mengunjungi Pulau Galang. Pulau
ini memiliki sejarah tersendiri tidak hanya dikenang oleh negeri ini, namun
juga oleh penduduk Vietnam.
Jadi
begini ceritanya...
Perang
sangat dibenci oleh Nabi dan hanya dilakukan karena terpaksa. Kenapa? Karena
perang adalah hal yang menyedihkan, menguras tenaga, harta dan keluarga.
Bagaimana dengan perang saudara? Ini pasti lebih menyedihkan lagi. Itulah yang
terjadi di Vietnam yang lebih dikenal dengan Perang Vietnam atau Perang
Indocina kedua. Perang ini terjadi antara tahun 1957-1975. Vietnam Selatan yang
berideologi liberal saat itu didukung oleh Amerika Serikat, Korea Selatan,
Australia, Selandia Baru dan Filipina. Vietnam Utara yang merasa dirugikan
akhirnya meminta bantuan pada Uni Soviet, Cina dan Korea Utara yang berideologi
komunis. Dan sejarah mencatat kekalahan pasukan Amerika pada perang ini.
Amerika kalah karena Vietnam Utara atau Viet Chong menggunakan taktik gerilya
dan memanfaatkan kontur daerahnya berupa hutan dan rawa yang berisi banyak hewan
buas.
Foto Perang Vietnam yang Mendapat
Penghargaan
Walaupun
Amerika telah menarik pasukan yang terakhir pada 29 Maret 1973 dan akhirnya
Vietnam bersatu setelah menggelar Pemilu Langsung Pertama pada tahun 1976,
namun ternyata penderitaan rakyat belum berakhir. Kekhawatiran rakyat Vietnam
Selatan karena Vietnam Utara mengambil alih memicu eksodus ke berbagai negara
lain untuk meminta perlindungan. Mungkin ada yang bertanya apa itu eksodus,
berdasarkan KBBI eksodus adalah perbuatan meninggalkan kota asal (kampung
halaman, kota, negeri) oleh penduduk secara besar-besaran.
Rakyat
Vietnam saat itu merasa tidak memiliki ketenangan dan kenyamanan sehingga
beramai-ramai pergi meninggalkan rumahnya. Mereka melarikan diri menggunakan
kapal nelayan yang sarat penumpang, mengarungi samudera. Tidak sedikit kapal
yang tenggelam sehingga para penumpangnya tewas, sebagian lain dapat mendarat
ke berbagai negara terutama Amerika Serikat dan Australia, sehingga di sana
dapat ditemukan komunitas Vietnam yang sangat besar.
Penduduk Vietnam yang Mengungsi Menggunakan
Kapal
Sebagian lainnya berlayar tanpa tujuan yang jelas. Dari beberapa kapal yang berlayar dan selamat, ada yang mendarat di beberapa pulau di Indonesia diantaranya Pulau Anambas, Pulau Bintan, Pulau Natuna dan sebagainya pada tahun 1979. Indonesia pun akhirnya memutuskan untuk melindungi mereka. Hal ini membuat Indonesia menjadi sorotan dunia saat itu.
Museum di Pulau Galang
Dengan
berbagai pertimbangan akhirnya dipilihlah Pulau Galang yang saat itu kondisinya
cukup terisolir sehingga cocok untuk menampung penduduk eksodus dari
Vietnam. Pemilihan pulau ini sengaja
dilakukan untuk lebih memudahkan melindungi dan mengontrol mereka.
Jumlah awal saat mereka dipindahkan ke Pulau Galang adalah sekitar 100.000 jiwa. UNHCR juga mengambil andil dengan melakukan pembangunan baik dari segi pendidikan, kesehatan, keagamaan dan masalah sosial lain. Segala biaya kebutuhan mereka ditanggung oleh UNHCR.
Dikisahkan bahwa pada saat itu para pengungsi juga memiliki tempat untuk berwisata bersama keluarga yaitu Pantai Melur. Pantai ini terletak di sisi barat Pulau Galang yang merupakan pasir putih. Sebagai hukuman bagi pengungsi yang melakukan tindakan kriminal di Pulau Galang juga dibuat sebuah penjara untuk tempat tahanan. Jumlah pengungsi Vietnam ini meningkat selama 16 tahun hingga tahun 1996 hingga mencapai lebih dari 170.000 jiwa bahkan beberapa data menyebutkan angka 250.000 jiwa, jumlah yang sangat fantastis kan?
Gereja dan Penjara, Saksi Biksu Pengungsi Vietnam diPulau Galang
Jumlah awal saat mereka dipindahkan ke Pulau Galang adalah sekitar 100.000 jiwa. UNHCR juga mengambil andil dengan melakukan pembangunan baik dari segi pendidikan, kesehatan, keagamaan dan masalah sosial lain. Segala biaya kebutuhan mereka ditanggung oleh UNHCR.
Klenteng sebagai Tempat Ibadah Para Pengungsi
Dikisahkan bahwa pada saat itu para pengungsi juga memiliki tempat untuk berwisata bersama keluarga yaitu Pantai Melur. Pantai ini terletak di sisi barat Pulau Galang yang merupakan pasir putih. Sebagai hukuman bagi pengungsi yang melakukan tindakan kriminal di Pulau Galang juga dibuat sebuah penjara untuk tempat tahanan. Jumlah pengungsi Vietnam ini meningkat selama 16 tahun hingga tahun 1996 hingga mencapai lebih dari 170.000 jiwa bahkan beberapa data menyebutkan angka 250.000 jiwa, jumlah yang sangat fantastis kan?
Pantai Melur
Ketika
awal tahun 1990an kondisi Vietnam sudah semakin membaik, Indonesia dan UNHCR
bermaksud untuk memulangkan mereka ke negara asalnya. Namun hal ini tidak
berlangsung mulus. Banyak pengungsi yang menolak dipulangkan dan melakukan
perlawanan, diantara menenggelamkan kapal yang mereka gunakan untuk sampai di
Indonesia dan tidak sedikit pula yang melakukan bunuh diri. Namun pada akhirnya
proses pemulangan ini tetap dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya pada
tahun 1996 Pulau Galang resmi ditutup sebagai Camp Pengungsian.
Kapal yang Ditenggelamkan Pengungsi Vietnam
Kapal
yang ditenggelamkan oleh pengungsi Vietnam ini akhirnya diangkat kembali oleh
otorita Batam untuk dipertunjukkan sebagai nilai sejarah. Di Pulau Galang juga
terdapat museum yang berisi peninggalan barang-barang rakyat Vietnam juga kisah
perjalanannya. Tempat ibadah Klenteng yang dulunya dibangun untuk tempat ibadah
rakyat Vietnam kini dijaga oleh penduduk Cina Riau, dan Gereja sebagai
tempat ibadah bagi anggota UNHCR yang tinggal di Pulau Galang juga masih dapat
terlihat di pulau ini. Selain itu di Pulau Galang juga terdapat pemakaman bagi
pengungsi yang meninggal.
Pelajaran
yang dapat diambil dari kisah ini adalah : 1) Jangan mencampuri urusan orang
lain secara berlebihan, lihat aja Amerika yang akhirnya harus gigit jari pada
perang ini, tanpa mendapat apapun; 2) Perang adalah hal yang sangat menyedihkan
dan memiliki dampak negatif jangka panjang, sehingga alangkah baiknya jika
dihindari kecuali ketika kita diserang terlebih dahulu, maka perang adalah
jalan terakhir yang harus ditempuh untuk menegakkan kehormatan; 3) Hadapilah
hidup ini, jangan karena sudah merasa hidup enak dan tidak mau lagi bersusah payah
lalu memutuskan bunuh diri seperti pengungsi Vietnam saat akan dipulangkan; 4)
Akhirnya saya bisa juga menulis dengan agak serius; 5) Sekian dan terima kasih.
***
Begitulah sedikit kisah perjalanan saya menuju Batam, yang pada akhirnya gak jadi juga mampir ke Singapore. Tapi saya cukup senang karena dapat berkunjung ke Pulau Galang dan kembali menambah pengetahuan mengenai kisahnya. Indonesia... negara yang besar, kaya dan menyimpan banyak cerita, ijinkan saya kembali menjelajahimu. Tapi nunggu gratisan lagi dulu ya!
wah keren blog nya mas
BalasHapustulisan nya bagus ... suka saya
Wuaduuh...
HapusSaya mbak bukan mas.
Blom pernah transgender jg sih...