Translate

Kamis, 05 Maret 2015

Sisi Lain di Kota Batam



Saat mengikuti sebuah workshop pada suatu pekerjaan, salah satu dosen saya, pak Iin, menawari untuk mengikuti survei di Batam. Tidak perlu berpikir panjang, saya pun langsung meng’iya’kan. Rencananya sih saya ingin mampir ke Singapore karena belum pernah sekalipun saya ke luar negeri meskipun sudah memiliki paspor 1 taun lebih. Penyebabnya waktu itu acara jalan-jalan ke Malaysia dibatalkan karena satu dan lain hal, akhirnya nganggur deh tuh paspor. Hahahhaa... norak deh!

***

Saya beserta rombongan tim yang berjumlah 5 orang pergi menuju Bandara Hang Nadim, Batam. Yang berbeda pada pekerjaan kali ini adalah banyaknya perempuan dalam tim yang berjumlah 3 orang, yaitu saya, Sylvia dan Rinrin. Sedangkan dosen senior yang ikut adalah pak Heru dan pak Yani. Satu orang lagi anggota tim sudah berada di Batam untuk menyelesaikan administrasi dan perijinan di lapangan. Dan seperti biasa saya lupa namanya, ketika saya tanya Rinrin nama mas itu siapa, dia juga lupa dan malah bilang, “Sebut saja ‘Mawar’ kak”. Oke, kita sebut saja mas itu ‘Mawar’ ya.

Penerbangan dari Soekarno-Hatta menuju Hang Nadim, Batam ditempuh dalam waktu hampir 2 jam. Ketika akan mendarat, terlihat banyak sekali pulau-pulau kecil, indah sekali terlihat dari ketinggian. Pantaslah jika propinsi ini memiliki sebutan Kepulauan Riau. Setelah mobil penjemput datang kami pun mencari penginapan di daerah Batam Center. 
*** 

Suatu Sudut di Kota Batam yang Gemerlap
Tujuan survei kali ini adalah sebuah kelurahan bernama Tembesi, di Kecamatan Sagulung, Batam. Kelurahan Tembesi terletak di Sebelah Timur Kota Batam dengan letak geografis antara 0o55-1o55 Lintang Utara dan 103o45-104o10 Bujur Timur. Luas Kelurahan Tembesi adalah 38.087 km2 terdiri dari 30.335 km2 daratan dan 7.752 km2 lautan.
 
Foto Keluarga Setelah Diskusi dengan Penduduk

Akibat tingginya pertumbuhan penduduk di Kota Batam, telah menyebabkan berkembangnya perumahan di beberapa wilayah di Kota Batam termasuk pada Kelurahan Tembesi yang menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif berupa kemajuan perekonomian, namun di sisi lain kondisi negatif seperti terbatasnya keberadaan fasilitas sosial, fasilitas umum dan sarana pendidikan juga menjadi permasalahan tersendiri.

Kebetulan saya berkonsentrasi untuk bidang perikanan. Kelurahan Tembesi memiliki daerah pesisir dengan daerah penangkapan di sekitar Pulau Lance. Kondisi nelayan sekarang semakin tergusur dengan adanya pembangunan besar-besaran di Batam. Saat ini kegiatan perikanan tangkap lebih diarahkan ke budidaya, utamanya Keramba Jaring Apung (KJA) dengan komoditas utama kerapu, kakap dan bawal.

Ada 4 lokasi yang saya datangi saat itu yang pertama adalah Panaran. Lokasi ini menurut saya sangat menyedihkan. Tanah urukan untuk pembangunan perumahan di Batam banyak yang dibuang di sekitar mangrove daerah ini. Tentu saja menyebabkan pendangkalan dan tidak menguntungkan para nelayan, mereka harus melabuhkan kapal jauh sekali. Selain itu sumberdaya alam juga ikut rusak akibat terganggunya ekosistem mangrove.
Timbunan Tanah dari Urukan Perumahan

Saya juga mengunjungi 3 dari 32 kampung tua yang terdapat di Batam. Yang dimaksud kampung tua adalah lokasi yang sudah ditinggali turun temurun, umumnya oleh suku Melayu, namun saat ini kondisinya sudah semakin tergusur ke pinggiran. Lokasi kunjungan kedua adalah Kampung Tua Tanjung Gundap. Lokasi ini tidak kalah menyedihkan, kondisi Kampung Tua Tanjung Gundap yang terdapat di Kelurahan Tembesi ini tidak memiliki jaringan listrik. Mereka menggunakan genset bersama untuk satu kampung. Listrik akan menyala dari jam 6 sore hingga jam 11 malam, dan mereka harus membayar biaya genset ini antara Rp 8.000 – Rp 12.000 per hari. Wow sekali kan!
Bersama Keluarga Besar Nelayan Tanjung Gundap

Walaupun hidup dalam keterbatasan, warga di daerah ini tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Mereka tidak ingin meninggalkan lokasi ini karena sudah ditinggali secara turun temurun. Di Tanjung Gundap selain terdapat Kelompok Usaha Bersama Nelayan, istri nelayan juga memiliki perkumpulan sebagai pengolah hasil perikanan. Hasil perikanan yang dihasilkan diantaranya berupa kerupuk ikan, masakan terutama ikan bakar dan olahan seperti baso, nugget dan sebagainya namun harus dipesan terlebih dahulu, ada juga kerajinan yang menarik dari cangkang keong yang dibuat menjadi hiasan berbentuk bunga.
Cangkang Kerang yang Disulap menjadi Bunga Hiasan

Saya juga berkunjung ke Kampung Tua Tiang Wangkang. Unggulan dari daerah ini adalah rumah makan yang berbentuk kelong. Kelong adalah nama sebuah alat tangkap yang fungsinya untuk memerangkap ikan. Di rumah makan ini ikan-ikan masih dalam kondisi hidup dan dimasukkan dalam jaring dan diletakkan di dalam air laut untuk menjaganya tetap segar. Ketika ada pengunjung yang memesan, barulah ikan-ikan ini dimasak. Dari rumah makan ini terlihat pemandangan berupa jembatan 1 Barelang. Oiya, budidaya di daerah ini merupakan yang paling menonjol dibandingkan 3 lokasi lain.
Rumah Makan Kelong di Kampung Tua Tiang Wangkang

Terakhir saya mengunjungi Kampung Tua Pulau Lance. Pulau Lance merupakan satu-satunya pulau kecil yang ikut dalam administrasi Kelurahan Tembesi dengan ukuran sekitar 3 ha. Penduduk di Pulau Lance sebagian besar adalah nelayan penuh. Yang dimaksud nelayan penuh adalah penduduk yang pekerjaan utamanya adalah sebagai nelayan, tidak mencari pekerjaan lain sebagai sambilan. Nelayan di Pulau Lance 80% adalah penyelam gonggong. Ada yang gak tau gonggong itu apa? Bukan “guk...guk..guk...” ya! Gonggong adalah nama jenis keong laut, rasanya enak sekali.
Suasana di Pulau Lance
***

Wisata di Sela-Sela Padatnya Kegiatan
Ketika berkunjung ke Batam, tidak banyak lokasi yang dapat saya kunjungi karena begitu padatnya jadwal saat itu. Saya hanya sempat mengunjungi Pantai Coastarina, Bukit Senyum, Jembatan Barelang, Masjid Raya Batam, Dataran Engku Putri, Pulau Galang, dan wisata belanja yang mungkin sangat menarik bagi sebagian orang, namun sama sekali tidak untuk saya. Untuk Bukit Senyum tidak saya ceritakan lebih lanjut karena dari atas bukit ini hanya terlihat gemerlap Singapore dan padatnya lalu lintas udara di atasnya, wisata belanja juga tidak akan saya ceritakan lebih lanjut.

Pantai Coastarina
Pantai Coastarina terletak di Batam Center, tidak jauh dari lokasi kami menginap. Kami menyempatkan diri mampir di pantai ini seusai melakukan diskusi dengan penduduk Tembesi setempat. Pantai Coastarina ini merupakan kawasan wisata dan pemukiman terpadu yang pada tahun 2009 diresmikan oleh Presiden SBY. Lokasi ini dibangun sedemikian megah. Dan sepertinya sering dilakukan kegiatan hiburan seperti konser dan sebagainya di pantai ini.
Pantai Coastarina

Di Pantai Coastarina terdapat sebuah bianglala yang besar. Sayangnya tidak tau kapan dia beroperasi. Pantai ini juga dilengkapi dengan taman bermain, sebagian arena bermain dapat digunakan, sebagian lainnya terdapat di dalam lokasi yang dikelilingi pagar dan digembok. Selain itu dari pantai ini dapat terlihat tulisan “Welcome to Batam” yang terdapat di dekat Masjid Raya.
Daripada Bengong Bingung Ngapain, Narsis Ajalah

Dataran Engku Putri
Pagi-pagi sekali setelah bangun tidur dan sebelum berkutat dengan masalah pekerjaan, saya, Rinrin dan Sylvia berjalan-jalan di sekitar penginapan sekaligus olahraga santai. Kami pun memasuki Dataran Engku Putri. Dataran Engku Putri adalah sebuah lokasi yang dibangun untuk menyambut MTQ Nasional Juni 2014 silam. Letaknya adalah di tengah dari Batam Center, sehingga dikelilingi oleh Masjid Raya, Kantor Otorita Batam, Pelabuhan Fery, Kantor Walikota, Kantor DPRD, juga terdapat sebuah hotel ternama di dekatnya.
Gerbang Dataran Engku Putri dan Bangunan untuk Menyambut MTQ Nasional 2014

Untuk memasuki lokasi ini kita akan melewati security yang menjaganya. Terdapat 3 gerbang untuk dapat memasuki Dataran Engku Putri ini, kebetulan kami masuk dari gerbang Selatan. Gerbang Dataran Engku Putri ini dibangun dengan menyerupai Gerbang Masjid Nabawi, terlihat sangat megah. Dan di dalamnya terdapat lapangan yang sangat luas, cocok digunakan untuk olahraga pagi, maupun sekedar jalan-jalan malam. Selain itu juga terdapat beberapa peralatan olah raga ringan yang dapat digunakan para pengunjung.
Olahraga Pagi

Masjid Raya Batam
Masjid Raya Batam terletak di pusat kota Batam Center, sehingga sangat mudah untuk menemukannya. Dari Masjid ini dapat terlihat perkantoran yang terletak di sekitarnya dan juga tulisan “Welcome to Batam” dari Bukit Clara terlihat sangat jelas dari masjid ini.
Masjid Raya Batam dan Lokasi Sekitarnya

Tidak seperti masjid lain yang berbentuk kubah, Masjid Raya Batam berbentuk limas segi empat. Bentuk ini untuk menggambarkan hubungan yang terkonsentrasi di satu titik vertikal antara manusia dengan Tuhannya (habluminallah). Saat malam tiba, gemerlap dari masjid ini terlihat sangat indah.
Gemerlap Masjid Raya Batam di Malam Hari

Jembatan Barelang
Sepertinya wisatawan Batam punya kewajiban untuk mengunjungi lokasi yang satu ini. Sore itu sepulang saya dan Rinrin mengambil data di lapangan dan dikawal oleh mas Mawar, kami menyempatkan diri untuk mampir di Jembatan 1 Barelang. Pantai di dekat Jembatan 1 Barelang ini bernama Pantai Dendang Melayu. Pada lokasi ini terdapat beberapa banner yang berisi pantun dan gurindam, khas Suku Melayu.
Banner Pantun dan Sunset di Dendang Melayu



Sayang Cek Ayu Pergi Berjalan
Membeli Lukah Rumah Cek Aman
Dendang Melayu Jadi Tumpuan
Di Waktu Petang Indah dan Nyaman

Tanam Selasih Buat Hiasan
Selasih Disiram Tak Akan Layu
Terima Kasih Kami Ucapkan
Telah Berkunjung di Dendang Melayu

Kayu Balau Kayu Meranti
Tiga dengan si Kayu Jati
Gundah dan Gulana di Dalam Hati
Dendang Melayu jadi Penghibur Hati


Jembatan Barelang dibangun dari tahun 1992-1998 yang digagas oleh Bapak B.J. Habibie. Nama Barelang diambil dari singkatan BAtam-REmpang-GaLANG. Ketiganya adalah nama pulau-pulau yang cukup besar yang dihubungkan oleh jembatan ini. Jumlah jembatan Barelang ada 6, bukan hanya 1 jembatan ya... Jembatan Barelang ini menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Setoko, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Berikut adalah nama-nama dari Jembatan Barelang :
  1. Jembatan Tengku Fisabilillah (jembatan I) adalah jembatan terbesar dan terpanjang yang menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Tonton. Bentuk jembatan 1 ini dibangun menyerupai Golden Gate di San Fransisco, USA. Pemandangan dari atas jembatan ini terlihat sangat indah berhiaskan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
  2. Jembatan Nara Singa (jembatan II) merupakan jembatan yang menghubungkan Pulau Tonton dan Pulau Nipah.
  3. Jembatan Raja Ali Haji (jembatan III) menghubungkan Pulau Nipah dan Pulau Setoko.
  4. Jembatan Sultan Zainal Abidin (jembatan IV)  merupakan jembatan yang menghubugkan Pulau Setoko dan Pulau Rempang.
  5. Jembatan Tuanku Tambusai (jembatan V) menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Galang. Pulau Galang memiliki sejarah tersendiri mengenai Vietnam Camp sehingga menjadi salah satu lokasi wisata, dan akan saya ceritakan berikutnya. Jembatan ini adalah jembatan terakhir yang saya lalui.
  6. Jembatan Raja Kecik (jembatan VI) adalah jembatan yang menghubungkan Pulau Galang dengan Pulau Galang Baru. Jembatan ini merupakan yang terpendek diantara lainnya. Karena jauhnya, jarang orang yang berkunjung sampai Jembatan 6 ini.
Gapura Jembatan Barelang

Biasanya wisatawan berfoto hanya di Jembatan 1 karena merupakan jembatan yang paling besar, paling menarik dan terdapat tulisannya. Jembatan ini merupakan ikon di Kota Batam, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Batam untuk pertama kali hukumnya wajib untuk mengunjungi Jembatan Barelang ini.
Jembatan 1 Barelang

Sejarah Pulau Galang dan Vietnam Camp
Pada hari terakhir sebelum kembali ke Jakarta, kami mengunjungi Pulau Galang. Pulau ini memiliki sejarah tersendiri tidak hanya dikenang oleh negeri ini, namun juga oleh penduduk Vietnam.
Jadi begini ceritanya...

Perang sangat dibenci oleh Nabi dan hanya dilakukan karena terpaksa. Kenapa? Karena perang adalah hal yang menyedihkan, menguras tenaga, harta dan keluarga. Bagaimana dengan perang saudara? Ini pasti lebih menyedihkan lagi. Itulah yang terjadi di Vietnam yang lebih dikenal dengan Perang Vietnam atau Perang Indocina kedua. Perang ini terjadi antara tahun 1957-1975. Vietnam Selatan yang berideologi liberal saat itu didukung oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan Filipina. Vietnam Utara yang merasa dirugikan akhirnya meminta bantuan pada Uni Soviet, Cina dan Korea Utara yang berideologi komunis. Dan sejarah mencatat kekalahan pasukan Amerika pada perang ini. Amerika kalah karena Vietnam Utara atau Viet Chong menggunakan taktik gerilya dan memanfaatkan kontur daerahnya berupa hutan dan rawa yang berisi banyak hewan buas.
Foto Perang Vietnam yang Mendapat Penghargaan

Walaupun Amerika telah menarik pasukan yang terakhir pada 29 Maret 1973 dan akhirnya Vietnam bersatu setelah menggelar Pemilu Langsung Pertama pada tahun 1976, namun ternyata penderitaan rakyat belum berakhir. Kekhawatiran rakyat Vietnam Selatan karena Vietnam Utara mengambil alih memicu eksodus ke berbagai negara lain untuk meminta perlindungan. Mungkin ada yang bertanya apa itu eksodus, berdasarkan KBBI eksodus adalah perbuatan meninggalkan kota asal (kampung halaman, kota, negeri) oleh penduduk secara besar-besaran.

Rakyat Vietnam saat itu merasa tidak memiliki ketenangan dan kenyamanan sehingga beramai-ramai pergi meninggalkan rumahnya. Mereka melarikan diri menggunakan kapal nelayan yang sarat penumpang, mengarungi samudera. Tidak sedikit kapal yang tenggelam sehingga para penumpangnya tewas, sebagian lain dapat mendarat ke berbagai negara terutama Amerika Serikat dan Australia, sehingga di sana dapat ditemukan komunitas Vietnam yang sangat besar.
Penduduk Vietnam yang Mengungsi Menggunakan Kapal

Sebagian lainnya berlayar tanpa tujuan yang jelas. Dari beberapa kapal yang berlayar dan selamat, ada yang mendarat di beberapa pulau di Indonesia diantaranya Pulau Anambas, Pulau Bintan, Pulau Natuna dan sebagainya pada tahun 1979. Indonesia pun akhirnya memutuskan untuk melindungi mereka. Hal ini membuat Indonesia menjadi sorotan dunia saat itu.
Museum di Pulau Galang

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya dipilihlah Pulau Galang yang saat itu kondisinya cukup terisolir sehingga cocok untuk menampung penduduk eksodus dari Vietnam.  Pemilihan pulau ini sengaja dilakukan untuk lebih memudahkan melindungi dan mengontrol mereka.
Gereja dan Penjara, Saksi Biksu Pengungsi Vietnam diPulau Galang

Jumlah awal saat mereka dipindahkan ke Pulau Galang adalah sekitar 100.000 jiwa. UNHCR juga mengambil andil dengan melakukan pembangunan baik dari segi pendidikan, kesehatan, keagamaan dan masalah sosial lain. Segala biaya kebutuhan mereka ditanggung oleh UNHCR.
Klenteng sebagai Tempat Ibadah Para Pengungsi

Dikisahkan bahwa pada saat itu para pengungsi juga memiliki tempat untuk berwisata bersama keluarga yaitu Pantai Melur. Pantai ini terletak di sisi barat Pulau Galang yang merupakan pasir putih. Sebagai hukuman bagi pengungsi yang melakukan tindakan kriminal di Pulau Galang juga dibuat sebuah penjara untuk tempat tahanan. Jumlah pengungsi Vietnam ini meningkat selama 16 tahun hingga tahun 1996 hingga mencapai lebih dari 170.000 jiwa bahkan beberapa data menyebutkan angka 250.000 jiwa, jumlah yang sangat fantastis kan?
Pantai Melur 

Ketika awal tahun 1990an kondisi Vietnam sudah semakin membaik, Indonesia dan UNHCR bermaksud untuk memulangkan mereka ke negara asalnya. Namun hal ini tidak berlangsung mulus. Banyak pengungsi yang menolak dipulangkan dan melakukan perlawanan, diantara menenggelamkan kapal yang mereka gunakan untuk sampai di Indonesia dan tidak sedikit pula yang melakukan bunuh diri. Namun pada akhirnya proses pemulangan ini tetap dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya pada tahun 1996 Pulau Galang resmi ditutup sebagai Camp Pengungsian.
Kapal yang Ditenggelamkan Pengungsi Vietnam 

Kapal yang ditenggelamkan oleh pengungsi Vietnam ini akhirnya diangkat kembali oleh otorita Batam untuk dipertunjukkan sebagai nilai sejarah. Di Pulau Galang juga terdapat museum yang berisi peninggalan barang-barang rakyat Vietnam juga kisah perjalanannya. Tempat ibadah Klenteng yang dulunya dibangun untuk tempat ibadah rakyat Vietnam kini dijaga oleh penduduk Cina Riau, dan Gereja sebagai tempat ibadah bagi anggota UNHCR yang tinggal di Pulau Galang juga masih dapat terlihat di pulau ini. Selain itu di Pulau Galang juga terdapat pemakaman bagi pengungsi yang meninggal.
Good Bye Galang Camp 

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah : 1) Jangan mencampuri urusan orang lain secara berlebihan, lihat aja Amerika yang akhirnya harus gigit jari pada perang ini, tanpa mendapat apapun; 2) Perang adalah hal yang sangat menyedihkan dan memiliki dampak negatif jangka panjang, sehingga alangkah baiknya jika dihindari kecuali ketika kita diserang terlebih dahulu, maka perang adalah jalan terakhir yang harus ditempuh untuk menegakkan kehormatan; 3) Hadapilah hidup ini, jangan karena sudah merasa hidup enak dan tidak mau lagi bersusah payah lalu memutuskan bunuh diri seperti pengungsi Vietnam saat akan dipulangkan; 4) Akhirnya saya bisa juga menulis dengan agak serius; 5) Sekian dan terima kasih.
Pemakaman di Pulau Galang
***

Begitulah sedikit kisah perjalanan saya menuju Batam, yang pada akhirnya gak jadi juga mampir ke Singapore. Tapi saya cukup senang karena dapat berkunjung ke Pulau Galang dan kembali menambah pengetahuan mengenai kisahnya. Indonesia... negara yang besar, kaya dan menyimpan banyak cerita, ijinkan saya kembali menjelajahimu. Tapi nunggu gratisan lagi dulu ya!

2 komentar:

  1. wah keren blog nya mas
    tulisan nya bagus ... suka saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuaduuh...
      Saya mbak bukan mas.
      Blom pernah transgender jg sih...

      Hapus